Sabtu, 24 November 2012

Pengetahuan lingkungan sosial budaya dan teknologi



BAB II
PEMBAHASAN

2.1 LINGKUNGAN SOSIAL KEHIDUPAN MANUSIA
Manusia sebagai mahluk social dapat diartikan secara umum,bahwa ia dilahirkan untuk berhubungan dan bergaul dengan sesamanya, karena ia tak dapat hidup sendirian.menurut hakekatnya ia dilahirkan untuk menjadi bagian dari suatu keutuhan masyarakat, seperti yang kita lihat pada negara ataupun keluarga. Jadi,manusia itu merupakan bagian dari suatu organisme social. Menurut Sumatmadja(1998:31) dalam keluarga, terjadi proses “sosilisasi yaitu proses peintegrasian individu kedalam kelompok sebagai anggota kelompok yang memberikan landasan sebagai mahluk social. Dalam proses keluarga itu terjadi proses pendidikan dalam arti “pendewasaan” dari individu yang tidak berdaya kepada calon pribadi yang mengenal pengetahuan dasar, norma,nilai-nilai,dan etika pergaulan. Keluarga sebagai kelompoki inti dalam masyarakat, sangat besar maknanya bagi tiap individu untuk menjadi mahluk social yang integrative sadar social.
Sadar atau tidak, sepanjang hayat kita tidak akan lepas dari masyarakat, serta menerima pengaruh dari lingkungan social yang disebut masyarakat.karena tiap orang ada dalam konteks social yang disebut masyarakat, ia akan mengenal orang lain, dan paling utama mengenal diri sendiri selaku anggota masyarakat. Kepentingan yang melekat menjadi dasar interaksi social yang mewujudkan masyarakat sebnagai wadahnya. Masyarakat tidak lain aaadalah kolektifitas interaksi manusia terorganisir yang kegiatannya berarah pada sejumlah tujuan yang sama, dan berkecenderungan memberikan keyakinan, sikap, dan bentuk tindakan yang sama. Secara normal tiap individu memiliki potensi dasar mental yang berkembang dan dapat dikembangkan. Menurut sumaatmadja: (1998:37) potensi dasar itu meliputi
  1. minat
  2. dorongan ingin tahu
  3. dorongan keinginan membuktikan kenyataan
  4. dorongan ingin menyelidiki
  5. dorongan ingin menemukan sendiri.
     Suatu potensi akan berkembang, jika ada rangsangan ada wadah dan suasana yang
kondusif untuk itu disinilah ;etak kedudukan kelompok social, interaksi social dan tantangan atau rangsangan yang menjadi umpan berkembangnya individu, khususnya potensi mental yang ada ada pada diri individu yang bersangkutan.
                Pada proses social dalam bentuk interaksi social, manusia tidak terlepas dari konteks social yang disebut. “ lingkungan social” lingkungan social ini besar sekali pengaruhnya tehadap pembentukan pribadi individu. Ungkapan vonis sehari-hari di masyarakat, misalnya’ salah lingkungan’, jelas ditujukan pada lingkungan sisial. Kedalam lingkungan social ini termasuk keluarga dan yang lebih luas lagi adalah masyarakat.
1.Lingkungan social terkecil yaitu masyarakat
                Keluarga merupakan kelompok primer yang paling penting didalam masyarakat. Keluarga merupakan sebuah group yang terbentuk dari perhubungan laki-laki dan wanita,perhubungan mana sedikit banyak berlangsung lama untuk menciptakan dan memesarkan anak-anak.jadi keluarga dalam bentuk yang murni merupakan satu kesatuan social yang terdiri dari suami, istri,dan anak-anak.
                Dalam keluarga, merupakan awal proses sosialisasi yaitu proses pengintegrasian individu ke dalam kelompok sebgai angggota kelompok yang memberikan landasan sebagi makhluk social.keluarga merupakan kelopok inti dalam masyarakat,sangat besar maknanya bagi staip individu untuk menjadi makhluk social yang integrative sadar social. Sebagi lembaga social yang dikenal dan menjadi wadah pertama  serta utama pembinaan individu menjadi makhluk social keluarga mempunyai fungsi majemuk selain keluarga wajib menjamin para anggota keluarganya, juga wajib menjamin kesejahteraan rohaninya. Keterpaduan  keluarga ini mempunyai sifat-sifat tertentu yang sama dimana saja dalam satuan masyarakat manusia yaitu:
  1. hubungan suami istri:
a. bisa berlangsung seumur hidup,atau waktu singkat
b. ada yang berbentuk monogamy atau polygamy
  1. bentuk perkawinan dimana suami istri disediakan atau memilih sendiri bentuknya ada yang indogami (kawin di dalam golonga sendiri) dan exogami (kawin diluar golongan sendiri)
  2. susunan nama-nama  istialh-istilah termasuk menghitung keturunan di dalam Beberapa masyarakat keturunan dihitung melalui garis laki-laki yang disebut
  3. milik atau harta benda keluarga
  4. tempat tinggal yang terbentuknya terdiri dari matrilokal yaitu keluarga suami mengikuti keluarga istri atau patrilokal yaitu istri mengikuti kedalam keluarga suami. 

 2. Masyarakat                                       
    Seperti halnya pengertian  lingkungan yang banyak jumlahnya, begitu pula pengertian masyarakat. Definisi adalah merupakan alat yang ringkas untuk memberikan batasan-batasan  mengenai sesutau persoalan atau pngertian sehingga dapat mempermudah kita memahami generalisasi konsep-konsep sehingga jita akan lebih mudah dalam memahami fenomena-fenomena yang terjadi di masyarakat sebagai suatu realita social dalam suatu wilayah tertentu. Pemahaman konsep-konsep dalam arti ini adalah yang akan memberi makna yang jernih dan kokoh  di dalam memahami suatu pengertian.

Menurut R.Linton (1936), seorang ahli antropologi mengemukakan, bahwa masyarakat adalah setiap kelompok manusia yang telah cukup lama hisup san bekerjasama, sehingga mereka itu dapat mengorganisasi dirinya dan berfikir tentang dirinya sebagai suatu kesatuan social dengan batas-batas tertentu. Sedangkan menurut Krech, Crutchfield, dan Ballachey (1975) dalam sumaatmadja (1998:34) definisi masyarakat sebagai “a Society is that it is an Organized Collectivity of interacting peole whos activities become”. Dari bebagai pengertian di atas kalau kita simpulkan maka masyarakat dapat dikatakan (1) kelompok atau kolektivitas manusia, (2) dalam satu wilayah tertentu, (3). Yang melakukan antar hubungan (interaksi), sedikit banyak bersifat kekal, (4) berlandaskan perhatian dan tujuan bersama (5) serta telah melakukan jalinan hubungan secara berkesinambungan dalam waktu yang relatif lama


2.2 Teori-teori teantang Masyarakat
        Memahami masyarakat secara utuh sebagai satu kesatuan kelompok manusia yang hidup bersama dan saling berinteraksi antara satu individu dengan individu lain atau dengan kelompok adalah menuntut pemahaman yang baik. Ada dua teori yang sekiranya dapat memahaminya kehidupan masyarakat itu, yaitu :
(1)     Masarakat menurut teori atau pandangan biologis
Menurut teori ini masyarakat dipandang sebagai suatu “organisme” suatu badan yang hidup yang mempunyai jantung (Pemerintahan), beranggotakan urat saraf (telephone dan alat komunikasi lainnya) Dsb. Jadi mereka memandang adanya persamaan antara organisme dengan manusia.
(2)     Masyarakat menurut teori atomistis atau individualistis
Mereka yang menyetujui teori organisme ini adalah oleh karena mereka lebih suka menganggap masyarakat dipelajari dari sudut golongan yang hidup, yang dinamis. Hal ini bertentangan dengan teori atomistis atau individualistis yang mengatakan bahwa dalam masyarakat hanya terdapat perseorangan, yang masing-masing berdiri sendiri dengan tiada hubungan satu sama lain. Teori atomistis ini ternyata memandang sifat statis dalam pelajarannya karena hanya perseorangan lah yang dipentingkan sehingga orang seolah-olah membuta terhadap proses social dan pengaruhnya dalam masyarakat, sebagai wujud hidup bersama secara kelompok.
2.3 Pola terbentuknya Masyarakat
        Dipandang dari tata cara terbentuknya masyarakat dapat dibagi dalam dua jenis, yaitu :
(1)     Masyarakat Paksaan, Misalnya : Negara, masyarakat tawanan, dll.
(2)     Masyarakat merdeka, yang terbagi pula dalam (a) masyarakat nature, yaitu masyarakat yang terjadi dengan sendirinya, seperti gerombolan (Horde) suku (stam) yang bertalian karena hubungan darah atau keturunan. Dan biasanya sederhana sekali kebudayaannya ; (b) masyarakat kultur, yaitu masyarakat yang terjadi karena kepentingan keduniaan atau kepercayaan, misalnya koperasi, kongsi perekonomian, pesantren, dll.
Dan apabila kita berbicara mengenai masyarakat, terutama jika kita menggunakannya dari sudut antropologi, maka kita mempunyai kecenderungan untuk melihat dua tipe masyarakat yaitu :
(1)     Masyarakat Kecil yang tidak belum begitu kompleks, yang belum mengenal pembagian kerja, belum mengenl tulisan dan teknologinya relative sederhana ;
Satu masyarakat yang struktur dan aspek-aspeknya masih dapat dipelajari sebagai satu kesatuan.
(2)     Masyarakat yang sudah kompleks, yang sudah jauh menjalankan spesialisasi dalam segala bidang, karena ilmu pengetahuan sudah maju, teknologi maju ; satu masyarakat yang sukar dilihat sekaligus segi-segi kegiatannya dan hanya diselidiki dengan baik dan didekati sebagian saja.

2.4 Faktor-faktor yang mendorong manusia untuk hidup bermasyarakat
        Manusia sejak lahir sampai mati selalu hidup dalam masyarakat, tidak mungkin manusia itu hidup sebagai manusia normal, apanila ia hidup di luar masyarakat. Hal ini disebabkan karena adanya dorongan-dorongan/ hasrat-hasrat yang merupakan unsur-unsur kerohanian. Unsur-unsur kejiwaan atau faktor-faktor psychis yang mempengaruhi hidup manusia dalam pergaulan dengan manusia lainnya di dalam hidup bermasyarakat. Segala tingkah laku dan perbuatan manusia adalah ditimbulkan karena adanya hasrat-hasrat pada manusia. Jadi hidup bermasyarakat itu, bentuk dan coraknya banyak dipengaruhi oleh perbuatan dan tingkah laku manusia itu banyak dipengaruhi oleh hasrat-hasrat yang ada pada manusia itu. Hasrat-hasrat byang ada pada manusia itu adalah :
(1)      Hasrat Sosial, yaitu hasrat dalam setiap individu untuk mrnghubnungkan diri dengan  individu lain atau kepada kelompok.
(2)      Hasrat untuk mempertahankan diri, yaitu hasrat untuk mempertahankan diri dari berbagai pengaruh luar yang mungkin datang padanya
(3)      Hasrat berjuang untuk mencapai kepuasan sendiri, yaitu hasrat ini dapat dilihat dari pada adanya persaingan, keinginan membantah pendapat orang lain, saling kejar-mengejar guna memperoleh kemenanngan.
(4)      Hasrat harga diri, adalah merupakan hasrat pada seseorang untuk menganggap atau bertindak atas dirinya lebih tinggi daripada orang lain. Hasrat ini nampak pada manusia dengan adanya usaha-usaha manusia untuk mendapatkan perhargaan dari orang lain, pujian atau kehormatan dari masyarakat.
(5)      Hasrat meniru memiliki dua arti penting (a) dapat menghemat tenaga atau waktu ;(b) dapat mempertahankan kebudayaan untuk generasi yang akan datang
(6)      Hasrat bergaul adalah hasrat untuk bergabung dengan orang-orang tertentu, kelompok tertentu atau masa tertentu.
(7)      Hasrat untuk mendapatkan kebebasan, adalah nampak dengan jelas pada tindakan-tindakan manusia bila mendapatkan kekangan-kekangan atau pembatasan-pembatasan.
(8)      Hasrat untuk memberitahukan yaitu hasrat untuk menyampaikan perasaan-perasaan orang lain ; biasanya disampaikan dengan suara atau isyarat. Kadang-kadang tampak pula dengan lambing-lambang Misalnya : dengan bintang jasa, pakai tanda berkabung, cincin pertunangan Dsb.
(9)      Hasrat untuk tolong-menolong dan simpati, adalah kasanggupan untuk merasakan sesuatu dengan orang lain.
Disamping adanya hasrat-hasrat atau dorongan instrinktif pada manusia masih terdapat faktor lain yang mendorong manusia untuk hidip bermasyarakat. Faktor-faktor itu ialah : (1) adanya dorongan seksual; (2) adanya kesamaan keturunan, kesamaan territorial, kesamaan nasib, kesamaan keyakinan atau cita-cita, kesamaan budaya, dll.
I. Faktor Pribadi
Setiap anak berkepribadian khusus. Keadaan khusus pada anak bisa menjadi sumber munculnya berbagai perilaku menyimpang. Keadaan khusus ini adalah keadaan konstitusi, potensi, bakat, atau sifat dasar pada anak yang kemudian melalui proses perkembangan, kematangan, atau perangsangan dari lingkungan, menjadi aktual, muncul, atau berfungsi.
1.       Seorang anak bisa bertingkah laku tertentu sebagai bentuk pelarian-pelarian karena ia mengalami kesulitan dalam mengikuti pelajaran-pelajaran di sekolah. Kesulitan ini bersumber pada kemampuan dasar yang kurang baik, di mana taraf kemampuannya terletak di bawah rata-rata. Pelajaran yang dalam kenyataannya terlalu berat bagi anak, menjadi beban yang menekannya sehingga ia selalu berada dalam keadaan tegang, tertekan, dan tidak bahagia.
Sehubungan dengan masalah pelajaran ini, perasaan-perasaan tertekan dan beban yang tidak sanggup dipikul juga dapat timbul karena berbagai hal yang lain seperti berikut ini.
a.       Tuntutan dari pihak orang tua terhadap prestasi anak yang sebenarnya melebihi kemampuan dasar yang dimiliki anak. Berbagai ungkapan yang sebenarnya keliru sering terdengar dari orang tua, seperti: "Sebenarnya anak saya tidak bodoh, tetapi ia malas" atau "Saya tidak mengharap anak saya mendapat angka 9, asal cukup saja, karena ia sebenarnya bisa."
b.       Tuntutan terhadap anak agar ia bisa memperlihatkan prestasi-prestasi seperti yang diharapkan orang tua. Pada kenyataannya, anak tidak bisa memenuhinya karena masa-masa perkembangannya belum siap untuk bisa menerima kualitas dan intensitas rangsangan yang diberikan. Hal ini sering terjadi pada anak di bawah umur.
c.       Tekanan dari orang tua agar anak mengikuti berbagai kegiatan, baik yang berhubungan dengan pelajaran-pelajaran sekolah maupun kegiatan-kegiatan lain yang berhubungan dengan pengembangan bakat dan minat. Seorang anak memperlihatkan sikap-sikap negatif terhadap pelajaran karena ia harus bersekolah di dua tempat: di sekolah biasa dan di tempat guru khusus yang waktu belajarnya bahkan lebih lama dari sekolah biasa daripada di sekolah biasa.
d.       Kekecewaan pada anak karena tidak berhasil memasuki sekolah atau jurusan yang dikehendaki dan yang tidak dinetralisasikan dengan baik oleh orang tua. Atau kekecewaan pada anak karena ia tidak berhasil memuaskan keinginan-keinginan atau harapan-harapan orang tua. Kekecewaan yang berlanjut pada penilaian bahwa harga dirinya tidak perlu dipertahankan karena orang tua tidak mencintainya lagi.
Dari uraian di atas jelaslah bahwa masalah yang berkaitan dengan masalah sekolah, masalah belajar, prestasi, dan potensi (bakat) bisa menjadi sumber timbulnya berbagai tekanan dan frustrasi. Hal tersebut dapat mengakibatkan reaksi-reaksi perilaku nakal atau penyalahgunaan obat terlarang.
2.       Seorang anak bisa memperlihatkan perilaku sikap menentang, sikap tidak mudah menerima saran-saran atau nasihat-nasihat orang lain, dan sikap kompensatoris. Kesemuanya itu bisa bersumber pada keadaan fisiknya (misalnya ada kekurangan atau cacat) yang berbeda sekali dibandingkan dengan saudara-saudaranya. Dalam hal ini, mudah timbul perasaan tersisih, kurang diperhatikan, dan tidak bahagia. Suatu keadaan yang mengusik kebahagiaannya dan mudah muncul berbagai reaksi perilaku negatif.
3.       Seorang anak bisa memperlihatkan perilaku yang merepotkan orang tua dan lingkungannya dengan berbagai perilaku yang dianggap tidak mampu menyesuaikan diri. Sumber penyebab hal ini adalah tuntutan-tuntutan yang berlebihan, keinginan-keinginannya yang harus dituruti, dan tidak lekas puas terhadap apa yang diperoleh atau diberikan orang tua. Semua hal tersebut memang mendorong munculnya sikap-sikap yang mudah menimbulkan persoalan pada anak dan tentunya juga sekelilingnya.
Dalam usaha menghadapi dan mengatasi masalah-masalah seperti tersebut di atas, perlu dipahami dan dicari sumber permasalahannya (dalam hal ini pada anak) untuk nenentukan tindakan-tindakan selanjutnya yang tepat. Jika tidak segera diatasi, hambatan-hambatan dalam perkembangan anak dan reaksi-reaksi perilaku yang diperlihatkan dapat terus berkembang serta tidak mustahil akan berlanjut menjadi nakal dan mendorong berbagai perbuatan yang tergolong negatif. Penanganan masalah perilaku yang dilakukan seawal mungkin, sangat diperlukan. Untuk ini, perlu kerja sama dari berbagai pihak, termasuk guru atau pihak sekolah -- yang mengamati anak sekian jam setiap hari --, lingkungan sosial anak, dan khususnya orang tua anak itu sendiri.
II. Faktor Keluarga
Keluarga adalah unit sosial yang paling kecil dalam masyarakat. Meskipun demikian, peranannya besar sekali terhadap perkembangan sosial, terlebih pada awal-awal perkembangan yang menjadi landasan bagi perkembangan kepribadian selanjutnya.
Anak yang baru dilahirkan berada dalam keadaan lemah, tidak berdaya, tidak bisa melakukan apa-apa, tidak bisa mengurus diri sendiri, dan tidak bisa memenuhi kebutuhan-kebutuhannya sendiri. Jadi, ia tergantung sepenuhnya dari lingkungan hidupnya, yakni lingkungan keluarga, dan lebih luas lagi lingkungan sosialnya. Dalam perkembangannya, anak membutuhkan uluran tangan dari orang lain agar bisa melangsungkan hidupnya secara layak dan wajar. Anak yang baru dilahirkan bisa diibaratkan sebagai sehelai kertas putih yang masih polos. Bagaimana jadinya kertas putih tersebut pada kemudian hari tergantung dari orang yang akan menulisinya. Jadi, bagaimana kepribadian anak pada kemudian hari tergantung dari bagaimana ia berkembang dan dikembangkan oleh lingkungan hidupnya, terutama oleh lingkungan keluarganya. Lingkungan keluarga berperan besar karena merekalah yang langsung atau tidak langsung terus-menerus berhubungan dengan anak, memberikan perangsangan (stimulasi) melalui berbagai corak komunikasi antara orang tua dengan anak.
Tatapan mata, ucapan-ucapan mesra, sentuhan-sentuhan halus, kesemuanya adalah sumber-sumber rangsangan untuk membentuk sesuatu pada kepribadiannya. Seiring dengan tumbuh kembang anak, akan lebih banyak lagi sumber-sumber rangsangan untuk mengembangkan kepribadian anak. Lingkungan keluarga acap kali disebut sebagai lingkungan pendidikan informal yang memengaruhi berbagai aspek perkembangan anak. Adakalanya, hal ini berlangsung melalui ucapan-ucapan atau perintah-perintah yang diberikan secara langsung untuk menunjukkan apa yang seharusnya diperlihatkan atau dilakukan oleh anak. Adakalanya pula, orang tua bersikap atau bertindak sebagai patokan, sebagai contoh atau model agar ditiru. Kemudian, apa yang ditiru akan meresap dalam diri anak dan menjadi bagian dari kebiasaan bersikap dan bertingkah laku, atau bagian dari kepribadiannya. Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, orang tua jelas berperan besar dalam perkembangan kepribadian anak. Orang tua menjadi faktor penting dalam menanamkan dasar kepribadian yang ikut menentukan corak dan gambaran kepribadian seseorang setelah dewasa. Jadi, gambaran kepribadian yang terlihat dan diperlihatkan seorang remaja, banyak ditentukan oleh keadaan serta proses-proses yang ada dan yang terjadi sebelumnya. Lingkungan rumah, khususnya orang tua, menjadi teramat penting sebagai tempat persemaian dari benih-benih yang akan tumbuh dan berkembang lebih lanjut. Pengalaman buruk dalam keluarga akan buruk pula diperlihatkan terhadap lingkungannya. Perilaku negatif dengan berbagai coraknya adalah akibat dari suasana dan perlakuan negatif yang dialami dalam keluarga. Hubungan antarpribadi dalam keluarga, yang meliputi pula hubungan antarsaudara, menjadi faktor penting yang mendorong munculnya perilaku yang tergolong nakal.
Agar terjamin hubungan yang baik dalam keluarga, dibutuhkan peran aktif orang tua untuk membina hubungan-hubungan yang serasi dan harmonis di antara semua pihak dalam keluarga. Namun, yang tentunya terlebih dahulu harus diperlihatkan adalah hubungan yang baik di antara suami dan istri.
III. Lingkungan Sosial dan Dinamika Perubahannya
Lingkungan sosial dengan berbagai ciri khusus yang menyertainya memegang peranan besar terhadap munculnya corak dan gambaran kepribadian pada anak. Apalagi kalau tidak didukung oleh kemantapan dari kepribadian dasar yang terbentuk dalam keluarga. Kesenjangan antara norma, ukuran, patokan dalam keluarga dengan lingkungannya perlu diperkecil agar tidak timbul keadaan timpang atau serba tidak menentu, suatu kondisi yang memudahkan munculnya perilaku tanpa kendali, yakni penyimpangan dari berbagai aturan yang ada. Kegoncangan memang mudah timbul karena kita berhadapan dengan berbagai perubahan yang ada dalam masyarakat. Dalam kenyataannya, pola kehidupan dalam keluarga dan masyarakat dewasa ini, jauh berbeda dibandingkan dengan kehidupan beberapa puluh tahun yang lalu. Terjadi berbagai pergeseran nilai dari waktu ke waktu seiring dengan perubahan yang terjadi dalam masyarakat. Bertambahnya penduduk yang demikian pesat, khususnya di kota-kota besar, mengakibatkan ruang hidup dan ruang lingkup kehidupan menjadi bertambah sempit. Urbanisasi yang terus-menerus terjadi sulit dikendalikan, apalagi ditahan, menyebabkan laju kepadatan penduduk di kota besar sulit dicegah. Dinamika hubungan menjadi lebih besar, sekaligus menjadi lebih longgar, kurang intensif, dan kurang akrab. Dalam kondisi seperti ini, sikap yang menjadi ciri dari kehidupan masyarakat yang padat: individualistis, kompetitif, dan materialistis, amat mudah timbul. Sesuatu yang sebenarnya wajar, sesuai dengan hakikat kehidupan, hakikat perjuangan hidup untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya dengan memenuhi kebutuhan paling pokok dari sistem kebutuhan, yakni makanan.
Pengaruh pribadi terhadap pribadi lain di rumah, di kantor, dan di mana saja yang memungkinkan hubungan yang cukup sering terjadi, akan memengaruhi kehidupan pribadi, kehidupan dalam keluarga, dan kehidupan sosialnya. Banyak kota yang sedang berkembang menjadi tempat pertemuan, percampuran antara berbagai corak kebudayaan, adat istiadat, termasuk bahasa dan sistem nilai sikap. Tidak mustahil dalam keadaan seperti itu, muncul ketidakserasian dan ketegangan yang berdampak pada sikap, perlakuan negatif orang tua terhadap anak, dan lebih lanjut dalam lingkungan pergaulan. Lingkungan pergaulan anak adalah sesuatu yang harus dimasuki karena di lingkungan tersebut seorang anak bisa terpengaruh ciri kepribadiannya, tentunya diharapkan terpengaruh oleh hal-hal yang baik. Di samping itu, lingkungan pergaulan adalah sesuatu kebutuhan dalam pengembangan diri untuk hidup bermasyarakat. Karena itu, lingkungan sosial sewajarnya menjadi perhatian kita semua, agar bisa menjadi lingkungan yang baik, yang bisa meredam dorongan-dorongan negatif atau patologis pada anak maupun remaja.
Upaya perbaikan lingkungan sosial membutuhkan kerja sama yang terpadu dari berbagai pihak, termasuk peran serta dari masyarakat sendiri.
Rangkuman: Berbagai perilaku pada remaja sudah sangat memprihatinkan dan perlu mendapat perhatian kita semua. Mengenai ini, beberapa hal dapat dikemukakan.
1.       Timbulnya sesuatu masalah pada anak dan remaja sehingga memperlihatkan perilaku yang menyimpang, tidak selalu berupa rangkaian sebab akibat yang bersifat pionokausal -- satu sebab menyebabkan satu akibat -- melainkan lebih luas dan lebih kompleks, bukan saja multikausal tetapi berantai (dari satu sebab timbul akibat dan selanjutnya akibat ini menjadi sebab yang baru) atau melingkar (dari satu sebab timbul akibat dan selanjutnya akibat ini berpengaruh terhadap sebab semula). Karena itu, pada kasus-kasus tertentu diperlukan penanganan terhadap berbagai segi yang bermasalah secara serempak atau satu per satu dan acap kali diperlukan pula kerja sama dengan anggota-anggota keluarga lain dan bahkan bisa pula bekerja sama dengan tokoh atau ahli lain yang bekerja dalam tim dengan pendekatan terpadu.
2.       Keluarga sebagai sumber stimulasi ke arah terbentuknya ciri kepribadian yang negatif, yang bisa berlanjut menyimpang dan nakal, perlu lebih aktif mengatur sumber stimulasi agar berfungsi positif. Karena itu, keluarga acap kali perlu memperoleh pengarahan dan bimbingan sesuai dengan fungsinya, namun usaha-usaha tersebut hendaknya tidak terlalu memerhatikan hal-hal yang bersifat kognitif, sebaliknya perlu memerhatikan hal-hal yang afektif. Dalam melaksanakan usaha-usaha aktif ini, beberapa hal perlu diperhatikan, yakni:
a.       Pendekatan terpusat pada anak (child centered approach), yakni dasar adanya kekhususan pada anak, jadi berbeda antara seorang anak dengan anak lain. Berangkat dari keadaan khusus yang dimiliki oleh anak itulah (termasuk misalnya potensi yang khas), arah penanganan dilakukan.
b.       Dalam kehidupan sehari-hari, banyak hal diperlihatkan anak sesuai dengan keinginan, kebutuhan, dan caranya yang khas yang di pihak lain tentu banyak pula yang tidak sesuai atau tidak disetujui orang tua. Upaya mengubah perbuatan yang salah hendaknya mempergunakan dasar dalam proses pendidikan, antara lain sikap tegas, konsisten, bertahap, dan berulang-ulang.
c.       Perlunya memerhatikan masa dan tahapan perkembangan karena sebenarnya setiap saat seorang anak berada dalam keadaan berubah dan kemungkinan untuk diubah. Hukum kesiapan (law of readiness) dalam proses belajar harus diterapkan agar apa yang ingin ditanamkan dapat diterima dan disimpan dengan baik dan menjadi bagian dari kepribadiannya.
d.       Perubahan perilaku adalah proses yang terjadi secara bertahap, sedikit demi sedikit dan berulang-ulang, sesuai dengan hukum pengulangan (law of exercise) dalam proses belajar. Usaha mengubah perilaku anak membutuhkan kesabaran untuk mengulang-ulang (repetition - reinforcement) dan memperkuat apa yang baru diberikan agar menjadi bagian dari kepribadian dan kehidupannya (internalisasi).
e.       Perlu memerhatikan teknik yang mendasarkan pada kasih sayang (love oriented technique). Bahwa banyak perubahan perilaku terjadi justru dengan teknik yang mendasarkan pada kelembutan dan kasih sayang. Teknik yang menyentuh emosi anak sehingga mau membukakan diri dan menuruti apa yang dikehendaki orang tua. Teknik ini bukan sikap memanjakan atau memperbolehkan semua tindakan atau perbuatan anak, tetapi cara pendekatan yang bisa meningkatkan perasaan diterima, dimengerti, sehingga emosinya lebih tenang, terkendali, harmonis, dan mudah menerima saran-saran, dorongan-dorongan untuk bertingkah laku atau sebaliknya menahan untuk tidak melakukan suatu tindakan.
3.       Di samping usaha-usaha aktif, usaha-usaha menciptakan suasana yang baik dalam keluarga adalah usaha lain untuk memengaruhi kepribadian anak. Banyak hal yang berhubungan dengan perasaan senang atau tidak senang, bahagia atau tertekan, sangat dipengaruhi oleh suasana rumah yang tentunya diarahkan dan ditentukan oleh orang tua. Cara orang tua menangani masalah, melakukan kebiasaan-kebiasaan, semua menjadi objek, menjadi model, patokan yang sengaja atau tidak disengaja ditiru oleh anak. Apalagi pada anak-anak yang sedang berada pada masa peka untuk menerima rangsangan-rangsangan dari luar. Proses peniruan tidak hanya terjadi terhadap hal-hal yang menarik untuk ditiru (positif), namun juga, secara tidak disadari, terhadap hal-hal yang negatif, misalnya terhadap perilaku agresif yang cocok dengan keadaannya. Suasana emosi yang baik dalam keluarga bisa menjadi penangkal yang ampuh munculnya perilaku yang tidak baik pada anak. Orang tua menjadi pribadi-pribadi yang banyak menentukan suasana emosi dalam keluarga.
4.       Dalam usaha memperbaiki lingkungan keluarga dengan pribadi-pribadinya dan lingkungan sosial, perlu memerhatikan lingkungan hidup secara lebih luas dan menyeluruh dengan semua faktor yang memengaruhinya. Berbagai perubahan sesuai dengan dinamika kehidupan hendaknya tidak terlalu banyak menimbulkan kegoncangan, kepincangan, dan kesenjangan yang mudah sekali memengaruhi kondisi psikis pribadi maupun kelompok. Lingkungan hidup yang menekan akan menyebabkan ketidakselarasan, baik dalam diri pribadi (intrapsikis) maupun dengan lingkungannya sehingga menjadi ladang yang subur untuk tumbuhnya penyimpangan-penyimpangan perilaku. Pendekatan terpadu antara berbagai pihak yang menangani masalah ini sangat diperlukan.
Dalam piramida Maslow, kebutuhan sosial ditempatkan di bawah kebutuhan esteem dan kebutuhan aktualisasi diri, yang kalau dilihat lagi secara seksama, semuanya saling terkait. Kebutuhan esteem, misalnya, hanya akan berarti jika pencapaian tersebut diketahui oleh lingkungan sekitarnya. Percaya pada diri sendiri dan kebanggaan adalah sesuatu yang relatif terhadap apa yang kita jumpai dalam kelompok sosial. Begitu pula halnya dengan aktualisasi diri. Kebutuhan akan tujuan hidup, perkembangan pribadi, dan juga realisasi dari potensi diri secara utuh, yang merupakan komponen aktualisasi diri, menjadi sesuatu yang nyata saat di bandingkan dengan konteks lingkungan yang dihadapi.
Wujud dari bagaimana orang memenuhi kebutuhan sosialnya sudah kita lihat dari tahun satu pula. Lihat saja perkumpulan sosial ada di mana-mana dari dulu sampai sekarang, dibentuk atas dasar hal-hal ketertarikan, pekerjaan, atau aktivitas yang sama. Sebut saja mulai dari perkumpulan keagamaan, arisan, fans untuk klub-klub olah-raga, sampai bahkan dharma wanita, yang kesemuanya bisa dikategorikan sebagai konektor sosial yang ada di dunia offline.
Di era New Wave, kita semakin melihat bahwa teori Maslow ini menjadi semakin kentara, dalam arti semakin mudah bagi siapa pun untuk tampil, mengaktualisasi diri, tampil percaya diri, di lingkungan sosial mereka. Tentunya asal mereka menggunakan konektor sosial yang ada di dunia online dan offline secara cerdas. Dan konektor sosial tersebut tentunya semakin mudah untuk diakses, bagi siapapun, asalkan mau.
Tren hubungan sosial di era New Wave tentunya semakin berkembang.. Tentunya dibantu dengan kehadiran teknologi maju, seperti produk-produk web 2.0 berikut dengan media sosialnya. Popularitas layanan seperti Facebook dan Twitter bahkan telah melewati popularitas pornografi, yang sebelumnya selalu menjadi hal yang paling favorit dikonsumsi di Internet. Hal tersebut sekiranya dapat memberikan indikasi bahwa menjaga hubungan sosial kian menjadi lebih penting ketimbang memuaskan birahi.
Selain menghubungkan lingkaran komunitas teman, media sosial juga mulai tampak menggantikan peranan media massa konvensional dalam menyebarkan berita-berita dari luar komunitas tersebut. Informasi yang disebarkan melalui komunitas sosial yang memiliki minat dan cara berpikir serupa akan berfungsi selaku penyaring antara berita yang relevan dengan yang tidak relevan. Ini saat membantu di era dimana kemudahan mendapatkan informasi menjadikan pengguna Internet justru mengalami fenomena information overload.
Konektor sosial memang bukan sesuatu yang baru. Komunitas offline yang berfungsi seperti kami jelaskan di atas sudah ada jauh sebelum komputer pertama kali ditemukan. Kekuatan konektor ini seakan dilipatgandakan saat media sosial yang ada di online menjadikan interaksi sosial dapat terjadi secara efisien waktu dan tidak terbatas lokasi. Sehingga kami percaya bahwa konektor sosial ini adalah salah satu kekuatan penghubung utama di dunia New Wave yang semakin horisontal ini. Kehidupan dan hubungan sosial bagi seluruh masyarakat new wave adalah semacam way of life yang sudah sepatutnya diperhatikan oleh marketer di jaman New Wave.
B. Lingkungan keluarga
1. Pengertian Lingkungan
Manusia tumbuh dan berkembang didalam lingkungan. Lingkungan tidak dapat dipisahkan dari manusia. Lingkungan selalu mengitari manusia dari waktu ke waktu, dari dilahirkan sampai meninggalnya, sehingga antara manusia dan lingkungan terdapat hubungan timbal balik dimana lingkungan mempengaruhi manusia dan sebaliknya manusia juga mempengaruhi lingkungan. Lingkungan pada dasarnya dapat diartikan sebagai segala hal yangmempengaruhi hidup manusia. Menurut Sartain yang dikutip oleh NgalimPurwanto (2003:28), “ Lingkungan merupakan semua kondisi dalam dunia ini, dengan cara-cara tertentu mempengaruhi tingkah laku kita, pertumbuhan
atau life proses kecuali gen- gen”. Menurut Sutrisno Hadi (2003: 84), “Lingkungan (milleu) adalah sesuatu diluar orang-orang pergaulan dan yang mempengaruhi perkembangan anak seperti iklim, alam sekitar, situasi ekonomi, perumahan, makanan, pakaian, orang-orang tetangga dan lain- lain”.
Dari beberapa pendapat diatas tersebut penulis dapat menyimpulkan bahwa lingkungan adalah segala sesuatu yang disekelilingi manusia yang dapat mempengaruhi tingkah laku secara langsung maupun tidak langsung.
Kehidupan manusia selalu berhubungan dengan lingkungan yang didalamnya diperlukan suatu interaksi dengan sesama manusia, baik secara individual maupun kelompok, sebab bagaimanapun manusia tumbuh dan berkembang terutama dilingkungannya.



2. Pengertian Keluarga
Dalam kehidupan masyarakat pasti dijumpai yang namanya keluarga. Keluarga merupakan kelompok terkecil yang terdiri dari sua mi, istri, beserta anak-anaknya yang belum menikah. Keluarga tersebut lazimnya disebut rumah tangga yang merupakan unit terkecil masyarakat sebagi wadah dan proses perkembangan anak dalam mengarungi kehidupan.
Pengertian keluarga menurut Singgih D. Gunarso (2000: 9) adalah “Keluarga adalah sekelompok orang yang terikat oleh perkawinan atau darah, biasanya meliputi ayah, ibu dan anak”. Lingkungan yang mempunyai peranan penting dalam mendidik anak adalah peranan dari lingkungan keluarga. Keluarga yang bersifat demokrasi anak dapat berbuat, berekspresi, beremosi sesuai dengan tingkat perkembangannya, orang tua juga menentukan pengarahan dengan penuh kesadaran bukan paksaan. Keluarga merupakan lingkungan pertama bagi anak, dilingkungan keluargalah pertama kali anak mendapat pengaruh sadar. Karena itu keluarga merupakan lembaga pendidikan tertua, yang bersifat informal dan kodrati. Keluarga sebagai lembaga tidak mempuyai program yang resmi seperti yang dimiliki oleh lembaga pendidikan formal. Keluarga sebagai lingkungan pendidikan yang pertama sangat penting dalam membentuk pola kepribadian anak. Masa remaja sejatinya adalah masa yang krusial bagi perkembangan dan pendidikan dalam kehidupan seseorang untuk menjadi pribadi-pribadi yang tangguh. Pendidikan yang mereka dapat sangat berpengaruh terhadap perkembangannya terutama dalam keluarga khususnya orang tua sangat berpengaruh terhadap kebehasilan mereka. Keluarga dengan suasana yang menyenangkan mendorong anak untuk belajar. Hal ini akan memungkinkan tercapainya hasil belajar sesuai dengan apa yang diinginkan. Keberhasilan belajar tidak hanya ditentukan oleh faktor sekolah, namun juga faktor keluarga. Orang tua dituntut untuk dapat mengarahkan
dalam belajar, sehingga dapat tercapai apa yang menjadi tujuan di siswa maupun orang tua itu sendiri. Menurut Ngalim Purwanto (1994:67), “keluarga adalah merupakan pusat atau tempat pendidikan yang pertama dan utama”. Pendidikan keluarga adalah fundamental atau dasar dari pendidikan anak selanjutnya. Hasil- hasil pendidikan ya ng diperoleh anak dalam keluarga menentukan pendidikan anak itu selanjutnya, baik sekolah maupun dalam masyarakat. Keluarga merupakan tempat-tempat lain, pendidikan keluarga mendasar pendidikan selanjutnya, karena orang tua adalah pendidik kodrati yang mendidik siswa dengan penuh kasih sayang. Adapun karakteristik keluarga yang juga terdapat pada semua keluarga dan juga untuk membedakan keluarga dari kelompok-kelompok sosial. Ada empat yaitu:
a. Keluarga adalah susunan orang-orang yang disatukan oleh ikatan- ikatan perkawinan darah atau adopsi.
b. Anggota-anggota keluarga ditandai dengan hidup bersama dibawah satu atap merupakan susunan satu rumah tangga, atau jika mereka bertempat tinggal, rumah tangga tersebut menjadi rumah mereka.
c. Keluarga merupakan kesatuan dari orang-orang yang berinteraksi dan berkomunikasi yang menciptakan perana-peranan sosial bagi suami dan istri, ayah, ibu, putra dan putri, saudara laki-laki dan saudara perempuan.
d. Keluarga adalah pemelihara suatu kebudayaan bersama, yang diperoleh pada hakikatnya dari kebudayaan umum, tetapi dalam suatu masyarakat yang komplek masing-masing keluarga mempunyai ciri-ciri yang berlainan dengan keluarga lainnya. Berbedanya kebudayaan dari setiap
keluarga timbul melalui kominikasi anggota-anggota keluarga yang merupakan gabungan dari pola-pola tingkah laku individu. Dengan demikian lingkungan keluarga adalah segala sesuatu yang berada di sekitar individu yang merupakan hubungan dan peranan yang sangat penting dalam perkembangan individu yang mempunyai ikatan- ikatan, baik ikatan perkawinan, darah ataupun adopsi.
C. Lingkungan Sosial
Sebagai mahkluk sosial, manusia tidak pernah bisa hidup seorang diri. Dimanapun berada manusia senantiasa memerlukan kerjasama dengan orang lain. Manusia membentuk pengelompokan sosial diantara sesama dalam upayanya mempertahankan hidup dan mengembangkan kehidupan. Dalam suatu kehidupan sosial, manusia juga memerlukan organisasi, yaitu seperti keluarga, kelompok masyarakat dan lain-lain. Lingkungan sosial merupakan tempat berlangsungnya bermacam-macam interkasi sosial antara anggota atau kelompok masyarakat beserta pranatanya dengan simbol dan nilai serta norma yang sudah mapan, serta terkait dengan lingkungan alam dan lingkungan buatan. Lingkungan sosial juga banyak mempengaruhi proses belajar siswa. Hal ini sangat memungkinkan, karena aktifitas keseharian siswa lebih banyak lebih banyak berada di lingkungan keluarga dan lingkungan sosial. Lingkungan sosisal yang berpengaruh antara lain teman bergaul atau sepermainan dan kondisi kehidupan masyarakat. Pengaruh dari teman bergaul atau teman sepermainan, seperti kenakalan remaja, pelanggaran terhadap norma yang ada dalam masyarakat berupa norma agama, hukum, dan susila; akan lebih cepat masuk dalam jiwa anak. Sebagai akibatnya pengaruh buruk pun juga akan cepat mempengaruhi. Slameto (1999: 71) mengemukakan, kehidupan masyarakat di sekitar
siswa juga berpengaruh terhadap belajar siswa. Seperti kondisi masyarakat yang kurang atau tidak terpelajar, penjudi, suka mencuri dan mempunyai kebiasaan yang tidak baik, akan mempengaruhi kepada anak (siswa) yang berada di lingkungan tersebut. Anak tertarik ikut berbuat seperti yang dilakukan orangorang di sekitarnya.
a. Lingkungan Sekolah
Lingkungan sekolah merupakan lingkungan yang terdiri dari lingkungan fisik dan non fisik. Lingkungan fisik meliputi, bangunan sekolah, sarana dan prasarana, gedung sekolah, alat laboratorium dan lain- lain. Sedangkan lingkungan non fisik meliputi, kepala sekolah, guru, siswa, karyawan sekolah, dan lain- lain. Oleh sebab itu, tidak semua tugas pendidik dapat dilaksanakan oleh orang tua dalam keluarga, terutama dalam hal ilmu pengetahuan dan berbagai
macam ketrampilan, oleh karena itu dikirimkan anak ke sekolah. Sekolah bertanggung jawab atas pendidikan anak-anak selama mereka diserahkan kepadanya. Hasbullah (2001: 46) Pada dasarnya pendidikan disekolah merupakan bagian dari pendidikan dalam keluarga, yang sekaligus juga meupakan lanjutan dari pendidikan dalam keluarga disamping itu, kehidupan disekolah adalah jembatan bagi anak yang menghubungkan kehidupan dalam keluarga dengan kehidupan dalam masyarakat kelak. Dengan demikian pendidikan disekolah ini adalah pendidikan yang diperoleh seseorang dis ekolah secara teratur, sistematis, bertingkat, dan dengan mengikuti syarat-syarat yang jelas dan ketat. Sebagai lembaga pendidikan yang formal sekolah yang lahir dan berkembang secara efektif dan efesian dari dan oleh serta untuk masyarakat, merupakan perangkat yang berkewajiban memberikan pelayanan kepada masyarkat dalam mendidik warganegara. Sekolah dikelola secara formal, hierarkis, dan kronologis yang berhaluan pada falsafah dan tujuan pendidikan nasional. Sebagai lembaga formal, sekolah terdiri dari pendidik dan anak didik. Antara mereka sudah barang tentu terjadi adanya saling hubungan, baik
antara guru dengan murid-muridnya maupun antara murid dengan murid. Guru-guru sebagai pendidik, dan dengan wibawanya dalam pergaulan membawa murid sebagai anak didik kearah kedewasaan. Memanfaatkan pergaulan sehari-hari dalam pendidikan adalah cara yang paling baik dalam pembentukan pribadi. Hubungan murid dengan murid juga menunjukkan suasana yang edukatif. Sesama murid saling berkawan, berolah raga bersama dengan ketentuan yang berlaku, saling mengajak dan diajak saling bercerita, saling mendisiplinkan diri dengan sepergaulannya. Hubungan murid dengan murid ini ada kalanya sederajat dan ada kalanya lebih rendah atau lebih tinggi tingkat kedewasaanya. Dalam hal ini bisa terjadi adanya pergaulan sehari-hari yang berpengaruh negatif maupun pengaruh posistif. Pergaulan yang berpengaruh posiitf ini lah yang mengandung adanya gejala-gejala pendidikan dan tentu saja dikontrol dan diarahkan. Aktivitas-aktivitas disekolah yang mengandung gejala-gejala pendidikan antara lain ialah, organisasi intra pelajar, pelajaran olah raga, kerja bakti, baris berbaris, kepramukaan, dan ketrampilan dan sebagainya, dimana semuanya mengharuskan murid berdisiplin.

b. Lingkungan Masyarakat
Hasbullah (2001: 94-96) Masyarakat diartikan sebagai, ’’A community is a group or a collection of groups that in habbits a locality”. Menurut pengertian ini masyarakat adalah satu kelompok atau sekumpulan sekelompok-kelompok yang mendiami suatu daerah. Sementara, prof. Robert W Richey memberi batasan tentang masyarakat sebagai berikut, “The term community refers to a group of people living together in a region where common ways is thinking and acting make
the in habitans some what aware of them selves as a group”. Istilah masyarakat dapat diartikan sebagai suatu kelompok manusia yang hidup bersama di suatu wilayah dengan tata cara berfikir dan bertindak yang (relatif) sama yang membuat warga masyarakat itu menyadari diri mereka sebagai suatu kesatuan atau kelompok. Setiap individu hidup di dalam masyarakat. Di dalam mayarakat tersebut terdapat proses saling mempengaruhi satu sama lain silih berganti. Dari proses tersebut timbul suatu pola kebudayaan dan tingkah laku sesuai dengan sejumlah aturan, hukum, adat nilai-nilai yang mereka patuhi, demi untuk mencapai penyelesaian bagi persoalan-persoalan hidup sehari-hari. Dalam bidang ilmu psikologi sosial, proses ini dikenal dengan proses penyesuaian sosial. Penyesuaian sosial terjadi dalam lingkup hubungan sosial tempat individu dan interakasi dengan orang lain. Hubungan-hubungan tersebut mencakup hubungan dengan masyarakat di sekitar tempat tinggalnya, keluarga, sekolah, teman, atau masyarakat luas secara umum. Dalam hal ini individu dan masyarakat sebenarnya sama-sama memberikan dampak bagi komunitas. Individu menyerap bebagai informasi, budaya dan adat istiadat yang ada, sementara masyarakat diperkaya oleh eksistensi atau karya yang diberikan oleh sang individu. Demikian pengertian tentang masyarakat yang diberikan para ahli, meskipun masih banyak pengertian lain, tetapi pada dasarnya tidak terlalu banyak berbeda. Dapat diartikan masyarakat adalah suatu perwujudan kehidupan bersama manusia, dimana di dalam masyarakat berlangsung proses kehidupan sosial, proses antar hubungan dan intaraksi. Secara kualitatif dan kuantitatif anggota masyarakat, terdiri dari berbagai ragam pendidikan, profesi, keahlian, suku bangsa, kebudayaan, agama, lapisan sosial sehingga menjadi masyarakat yang majemuk. Dilihat dari konsep pendidikan, masyarakat adalah sekumpulan banyak orang dengan berbagai ragam kualitas dari mulai dari yang tidak berpendidikan sampai kepada yang berpendidikan tinggi. Sementara itu, dilihat dari lingkungan pendidikan non formal yang memberikan pendidikan secara sengaja dan berencana kepada seluruh anggotanya, tetapi tidak sistematis.
Antara masyarakat dengan pendidikan punya keterkaitan dan saling berperan. Karenanya setiap warga masyarakat bercita-cita dan aktif berpartisipasi untuk membina pendidikan Mohamad Noor Syam, dalam bukunya Filsafat Keterkaitan dan Dasar Filsafat Pendidikan Pancasila, mengemukaan bahwa hubungan masyarakat dengan pendidikan sangat bersifat korelatif, bahkan seperti telur dengan ayam. Masyarakat maju karena pendidikan, dan pendidikan yang maju hanya akan ditemukan dalam masyarakat yang mau pula. Menurut Sardjoe (1993: 89) lingkungan dapat dibedakan menjadi:
a. Lingkungan fisik yaitu lingkungan yang berupa alam, misalnya keadaan tanah, musim dan sebagainya. Lingkungan fisik dibedakan menjadi:
1. Lingkungan yang berupa alam kodrati, yaitu segala sesuatu yang berada diluar manusia dan bukan buatan manusia, misalnya gunung, laut dan sebagainya.
2. Lingkungan buatan manusia sendiri yaitu benda-benda yang sering digunakan sebagai alat pendidikan untuk mempengaruhi jiwa manusia. Misal: ruang belajar dihias dengan gambar-gambar yang bagus sehingga membuat betah belajar siswa.
b. Lingkungan non fisik atau disebut dengan lingkungan sosial yaitu lingkungan masyarakat yang ada didalam terjadi interaksi satu dengan individu yang lain. Keadaan masyarakat juga akan memberikan pengaruh tertentu terhadap perkembangan individu. Adapun lingkungan sosial dibedakan menjadi,
1. Lingkungan sosial primer yaitu lingkungan sosial dimana terdapat hubungan yang erat antar anggota-anggotanya, anggota yang satu sangat mengenal baik anggota yang lain.
2. Lingkungan sekunder yaitu lingkungan sosial yang berhubungan antara anggota satu dengan anggota yang lain agak longgar. Pada umumnya anggota yang kurang mengenal anggota yang lainnya, sehingga pengaruh lingkunga sosial sekunder kurang mendalam bila dibandingkan dengan lingkungan sosial primer Hal-hal yang diterangkan diatas, yang kaitannya dengan siswa atau anak didik yang setelah pulang dari sekolah dan berinteraksi dilingkungan masyarakat, anak didik tersebut harus bisa melakuakan penyesuaianpenyesuaian. Karena lingkungan dimana seseorang tinggal juga berbedabeda. Tentu saja dilingkungan tersebut tidak semuanya terjadi secara kebetulan, campur tangan orang satu dengan orang lain, atau anak didik dengan orang disekitarnya sangat menentukan lingkungan tersebut. Oleh sebab itu, khususnya pada siswa harus bisa dan selalu menjaga keseimbangan hubungan timbal balik dari kehidupan yang ada disekitarnya. Bisa disimpulkan juga, hubungan antara individu dengan lingkungannya, terutama lingkungan sosial tidak hanya searah, dalam arti bahwa tidak hanya lingkungan saja yang mempunyai pengaruh terhadap individu. Individu dengan lingkungan terdapat hubungan yang saling timbal balik, yaitu lingkungan berpengaruh pada individu, tetapi sebaliknya individu juga mempengaruhi pada lingkungan. Dalam penyesuaian diri terhadap lingkungannya anak mulai memperhatikan dan mengenal norma pergaulan yang berbeda dengan norma yang berlaku di dalam keluarganya. Erick Erickson (dalam Clara, 1995: 90) bahwa ”Anak mengalami krisis identitas, sehingga anak ingin menentukan jati dirinya dengan memilih teman akrabnya berdasar pada situasi kehidupan yang mereka alami pada saat ini ”


Sumber:

- Iskandar, Dadang 2006 “Pengetahuan Lingkungan Sosial – Budaya dan Teknologi”, Bandung FKIP press
- one.indoskripsi.com
- www.srihudi.co.cc                                                                             
- www.epsikologi.com