BAB II
PEMBAHASAN
2.1
LINGKUNGAN SOSIAL KEHIDUPAN MANUSIA
Manusia sebagai
mahluk social dapat diartikan secara umum,bahwa ia dilahirkan untuk berhubungan
dan bergaul dengan sesamanya, karena ia tak dapat hidup sendirian.menurut
hakekatnya ia dilahirkan untuk menjadi bagian dari suatu keutuhan masyarakat,
seperti yang kita lihat pada negara ataupun keluarga. Jadi,manusia itu
merupakan bagian dari suatu organisme social. Menurut Sumatmadja(1998:31) dalam
keluarga, terjadi proses “sosilisasi yaitu proses peintegrasian individu
kedalam kelompok sebagai anggota kelompok yang memberikan landasan sebagai
mahluk social. Dalam proses keluarga itu terjadi proses pendidikan dalam arti
“pendewasaan” dari individu yang tidak berdaya kepada calon pribadi yang
mengenal pengetahuan dasar, norma,nilai-nilai,dan etika pergaulan. Keluarga
sebagai kelompoki inti dalam masyarakat, sangat besar maknanya bagi tiap
individu untuk menjadi mahluk social yang integrative sadar social.
Sadar
atau tidak, sepanjang hayat kita tidak akan lepas dari masyarakat, serta
menerima pengaruh dari lingkungan social yang disebut masyarakat.karena tiap
orang ada dalam konteks social yang disebut masyarakat, ia akan mengenal orang
lain, dan paling utama mengenal diri sendiri selaku anggota masyarakat.
Kepentingan yang melekat menjadi dasar interaksi social yang mewujudkan
masyarakat sebnagai wadahnya. Masyarakat tidak lain aaadalah kolektifitas
interaksi manusia terorganisir yang kegiatannya berarah pada sejumlah tujuan
yang sama, dan berkecenderungan memberikan keyakinan, sikap, dan bentuk
tindakan yang sama. Secara normal tiap individu memiliki potensi dasar mental
yang berkembang dan dapat dikembangkan. Menurut sumaatmadja: (1998:37) potensi
dasar itu meliputi
- minat
- dorongan ingin tahu
- dorongan keinginan membuktikan kenyataan
- dorongan ingin menyelidiki
- dorongan ingin menemukan sendiri.
Suatu potensi akan berkembang, jika ada
rangsangan ada wadah dan suasana yang
kondusif untuk itu disinilah
;etak kedudukan kelompok social, interaksi social dan tantangan atau rangsangan
yang menjadi umpan berkembangnya individu, khususnya potensi mental yang ada
ada pada diri individu yang bersangkutan.
Pada proses social dalam bentuk interaksi social,
manusia tidak terlepas dari konteks social yang disebut. “ lingkungan social”
lingkungan social ini besar sekali pengaruhnya tehadap pembentukan pribadi
individu. Ungkapan vonis sehari-hari di masyarakat, misalnya’ salah
lingkungan’, jelas ditujukan pada lingkungan sisial. Kedalam lingkungan social
ini termasuk keluarga dan yang lebih luas lagi adalah masyarakat.
1.Lingkungan
social terkecil yaitu masyarakat
Keluarga merupakan kelompok primer yang paling
penting didalam masyarakat. Keluarga merupakan sebuah group yang terbentuk dari
perhubungan laki-laki dan wanita,perhubungan mana sedikit banyak berlangsung
lama untuk menciptakan dan memesarkan anak-anak.jadi keluarga dalam bentuk yang
murni merupakan satu kesatuan social yang terdiri dari suami, istri,dan
anak-anak.
Dalam keluarga, merupakan awal proses sosialisasi
yaitu proses pengintegrasian individu ke dalam kelompok sebgai angggota
kelompok yang memberikan landasan sebagi makhluk social.keluarga merupakan
kelopok inti dalam masyarakat,sangat besar maknanya bagi staip individu untuk
menjadi makhluk social yang integrative sadar social. Sebagi lembaga social
yang dikenal dan menjadi wadah pertama
serta utama pembinaan individu menjadi makhluk social keluarga mempunyai
fungsi majemuk selain keluarga wajib menjamin para anggota keluarganya, juga
wajib menjamin kesejahteraan rohaninya. Keterpaduan keluarga ini mempunyai sifat-sifat tertentu
yang sama dimana saja dalam satuan masyarakat manusia yaitu:
- hubungan suami istri:
a. bisa berlangsung
seumur hidup,atau waktu singkat
b. ada yang
berbentuk monogamy atau polygamy
- bentuk perkawinan dimana suami istri disediakan atau memilih sendiri bentuknya ada yang indogami (kawin di dalam golonga sendiri) dan exogami (kawin diluar golongan sendiri)
- susunan nama-nama istialh-istilah termasuk menghitung keturunan di dalam Beberapa masyarakat keturunan dihitung melalui garis laki-laki yang disebut
- milik atau harta benda keluarga
- tempat tinggal yang terbentuknya terdiri dari matrilokal yaitu keluarga suami mengikuti keluarga istri atau patrilokal yaitu istri mengikuti kedalam keluarga suami.
2. Masyarakat
Seperti halnya pengertian lingkungan yang banyak jumlahnya, begitu pula
pengertian masyarakat. Definisi adalah merupakan alat yang ringkas untuk
memberikan batasan-batasan mengenai
sesutau persoalan atau pngertian sehingga dapat mempermudah kita memahami
generalisasi konsep-konsep sehingga jita akan lebih mudah dalam memahami
fenomena-fenomena yang terjadi di masyarakat sebagai suatu realita social dalam
suatu wilayah tertentu. Pemahaman konsep-konsep dalam arti ini adalah yang akan
memberi makna yang jernih dan kokoh di
dalam memahami suatu pengertian.
Menurut R.Linton
(1936), seorang ahli antropologi mengemukakan, bahwa masyarakat adalah setiap
kelompok manusia yang telah cukup lama hisup san bekerjasama, sehingga mereka
itu dapat mengorganisasi dirinya dan berfikir tentang dirinya sebagai suatu
kesatuan social dengan batas-batas tertentu. Sedangkan menurut Krech,
Crutchfield, dan Ballachey (1975) dalam sumaatmadja (1998:34) definisi
masyarakat sebagai “a Society is that it
is an Organized Collectivity of interacting peole whos activities become”.
Dari bebagai pengertian di atas kalau kita simpulkan maka masyarakat dapat
dikatakan (1) kelompok atau kolektivitas manusia, (2) dalam satu wilayah
tertentu, (3). Yang melakukan antar hubungan (interaksi), sedikit banyak
bersifat kekal, (4) berlandaskan perhatian dan tujuan bersama (5) serta telah
melakukan jalinan hubungan secara berkesinambungan dalam waktu yang relatif
lama
2.2
Teori-teori teantang Masyarakat
Memahami masyarakat secara utuh sebagai
satu kesatuan kelompok manusia yang hidup bersama dan saling berinteraksi
antara satu individu dengan individu lain atau dengan kelompok adalah menuntut
pemahaman yang baik. Ada
dua teori yang sekiranya dapat memahaminya kehidupan masyarakat itu, yaitu :
(1)
Masarakat menurut teori atau
pandangan biologis
Menurut teori ini
masyarakat dipandang sebagai suatu “organisme” suatu badan yang hidup yang
mempunyai jantung (Pemerintahan), beranggotakan urat saraf (telephone dan alat
komunikasi lainnya) Dsb. Jadi mereka memandang adanya persamaan antara
organisme dengan manusia.
(2)
Masyarakat menurut teori
atomistis atau individualistis
Mereka yang
menyetujui teori organisme ini adalah oleh karena mereka lebih suka menganggap
masyarakat dipelajari dari sudut golongan yang hidup, yang dinamis. Hal ini
bertentangan dengan teori atomistis atau individualistis yang mengatakan bahwa
dalam masyarakat hanya terdapat perseorangan, yang masing-masing berdiri
sendiri dengan tiada hubungan satu sama lain. Teori atomistis ini ternyata
memandang sifat statis dalam pelajarannya karena hanya perseorangan lah yang
dipentingkan sehingga orang seolah-olah membuta terhadap proses social dan
pengaruhnya dalam masyarakat, sebagai wujud hidup bersama secara kelompok.
2.3
Pola terbentuknya Masyarakat
Dipandang dari tata cara terbentuknya
masyarakat dapat dibagi dalam dua jenis, yaitu :
(1)
Masyarakat Paksaan, Misalnya : Negara, masyarakat
tawanan, dll.
(2)
Masyarakat merdeka, yang terbagi pula dalam (a)
masyarakat nature, yaitu masyarakat yang terjadi dengan sendirinya, seperti
gerombolan (Horde) suku (stam) yang bertalian karena hubungan darah atau
keturunan. Dan biasanya sederhana sekali kebudayaannya ; (b) masyarakat kultur, yaitu masyarakat yang
terjadi karena kepentingan keduniaan atau kepercayaan, misalnya koperasi,
kongsi perekonomian, pesantren, dll.
Dan
apabila kita berbicara mengenai masyarakat, terutama jika kita menggunakannya
dari sudut antropologi, maka kita mempunyai kecenderungan untuk melihat dua
tipe masyarakat yaitu :
(1)
Masyarakat Kecil yang tidak
belum begitu kompleks, yang belum mengenal pembagian kerja, belum mengenl
tulisan dan teknologinya relative sederhana ;
Satu masyarakat
yang struktur dan aspek-aspeknya masih dapat dipelajari sebagai satu kesatuan.
(2)
Masyarakat yang sudah kompleks,
yang sudah
jauh menjalankan spesialisasi dalam segala bidang, karena ilmu pengetahuan
sudah maju, teknologi maju ; satu masyarakat yang sukar dilihat sekaligus
segi-segi kegiatannya dan hanya diselidiki dengan baik dan didekati sebagian
saja.
2.4
Faktor-faktor yang mendorong manusia untuk hidup bermasyarakat
Manusia sejak lahir sampai mati selalu hidup dalam
masyarakat, tidak mungkin manusia itu hidup sebagai manusia normal, apanila ia
hidup di luar masyarakat. Hal ini disebabkan karena adanya dorongan-dorongan/
hasrat-hasrat yang merupakan unsur-unsur kerohanian. Unsur-unsur kejiwaan atau
faktor-faktor psychis yang mempengaruhi hidup manusia dalam pergaulan dengan
manusia lainnya di dalam hidup bermasyarakat. Segala tingkah laku dan perbuatan
manusia adalah ditimbulkan karena adanya hasrat-hasrat pada manusia. Jadi hidup
bermasyarakat itu, bentuk dan coraknya banyak dipengaruhi oleh perbuatan dan
tingkah laku manusia itu banyak dipengaruhi oleh hasrat-hasrat yang ada pada manusia
itu. Hasrat-hasrat byang ada pada manusia itu adalah :
(1) Hasrat Sosial, yaitu hasrat
dalam setiap individu untuk mrnghubnungkan diri dengan individu lain atau kepada kelompok.
(2) Hasrat untuk mempertahankan
diri, yaitu hasrat untuk mempertahankan diri dari berbagai pengaruh luar yang
mungkin datang padanya
(3) Hasrat berjuang untuk mencapai
kepuasan sendiri, yaitu hasrat ini dapat dilihat dari pada adanya persaingan,
keinginan membantah pendapat orang lain, saling kejar-mengejar guna memperoleh
kemenanngan.
(4) Hasrat harga diri, adalah
merupakan hasrat pada seseorang untuk menganggap atau bertindak atas dirinya
lebih tinggi daripada orang lain. Hasrat ini nampak pada manusia dengan adanya
usaha-usaha manusia untuk mendapatkan perhargaan dari orang lain, pujian atau
kehormatan dari masyarakat.
(5) Hasrat meniru memiliki dua arti
penting (a) dapat menghemat tenaga atau waktu ;(b) dapat mempertahankan
kebudayaan untuk generasi yang akan datang
(6) Hasrat bergaul adalah hasrat
untuk bergabung dengan orang-orang tertentu, kelompok tertentu atau masa
tertentu.
(7) Hasrat untuk mendapatkan
kebebasan, adalah nampak dengan jelas pada tindakan-tindakan manusia bila
mendapatkan kekangan-kekangan atau pembatasan-pembatasan.
(8) Hasrat untuk memberitahukan
yaitu hasrat untuk menyampaikan perasaan-perasaan orang lain ; biasanya
disampaikan dengan suara atau isyarat. Kadang-kadang tampak pula dengan
lambing-lambang Misalnya : dengan bintang jasa, pakai tanda berkabung, cincin
pertunangan Dsb.
(9) Hasrat untuk tolong-menolong
dan simpati, adalah kasanggupan untuk merasakan sesuatu dengan orang lain.
Disamping adanya
hasrat-hasrat atau dorongan instrinktif pada manusia masih terdapat faktor lain
yang mendorong manusia untuk hidip bermasyarakat. Faktor-faktor itu ialah : (1)
adanya dorongan seksual; (2) adanya kesamaan keturunan, kesamaan territorial,
kesamaan nasib, kesamaan keyakinan atau cita-cita, kesamaan budaya, dll.
I.
Faktor Pribadi
Setiap
anak berkepribadian khusus. Keadaan khusus pada anak bisa menjadi sumber
munculnya berbagai perilaku menyimpang. Keadaan khusus ini adalah keadaan
konstitusi, potensi, bakat, atau sifat dasar pada anak yang kemudian melalui
proses perkembangan, kematangan, atau perangsangan dari lingkungan, menjadi
aktual, muncul, atau berfungsi.
1. Seorang anak bisa bertingkah laku
tertentu sebagai bentuk pelarian-pelarian karena ia mengalami kesulitan dalam
mengikuti pelajaran-pelajaran di sekolah. Kesulitan ini bersumber pada
kemampuan dasar yang kurang baik, di mana taraf kemampuannya terletak di bawah
rata-rata. Pelajaran yang dalam kenyataannya terlalu berat bagi anak, menjadi
beban yang menekannya sehingga ia selalu berada dalam keadaan tegang, tertekan,
dan tidak bahagia.
Sehubungan dengan masalah
pelajaran ini, perasaan-perasaan tertekan dan beban yang tidak sanggup dipikul
juga dapat timbul karena berbagai hal yang lain seperti berikut ini.
a. Tuntutan dari pihak orang tua
terhadap prestasi anak yang sebenarnya melebihi kemampuan dasar yang dimiliki
anak. Berbagai ungkapan yang sebenarnya keliru sering terdengar dari orang tua,
seperti: "Sebenarnya anak saya tidak bodoh, tetapi ia malas" atau
"Saya tidak mengharap anak saya mendapat angka 9, asal cukup saja, karena
ia sebenarnya bisa."
b. Tuntutan terhadap anak agar ia
bisa memperlihatkan prestasi-prestasi seperti yang diharapkan orang tua. Pada
kenyataannya, anak tidak bisa memenuhinya karena masa-masa perkembangannya
belum siap untuk bisa menerima kualitas dan intensitas rangsangan yang
diberikan. Hal ini sering terjadi pada anak di bawah umur.
c. Tekanan dari orang tua agar
anak mengikuti berbagai kegiatan, baik yang berhubungan dengan
pelajaran-pelajaran sekolah maupun kegiatan-kegiatan lain yang berhubungan
dengan pengembangan bakat dan minat. Seorang anak memperlihatkan sikap-sikap
negatif terhadap pelajaran karena ia harus bersekolah di dua tempat: di sekolah
biasa dan di tempat guru khusus yang waktu belajarnya bahkan lebih lama dari
sekolah biasa daripada di sekolah biasa.
d. Kekecewaan pada anak karena
tidak berhasil memasuki sekolah atau jurusan yang dikehendaki dan yang tidak
dinetralisasikan dengan baik oleh orang tua. Atau kekecewaan pada anak karena
ia tidak berhasil memuaskan keinginan-keinginan atau harapan-harapan orang tua.
Kekecewaan yang berlanjut pada penilaian bahwa harga dirinya tidak perlu
dipertahankan karena orang tua tidak mencintainya lagi.
Dari uraian di atas jelaslah
bahwa masalah yang berkaitan dengan masalah sekolah, masalah belajar, prestasi,
dan potensi (bakat) bisa menjadi sumber timbulnya berbagai tekanan dan
frustrasi. Hal tersebut dapat mengakibatkan reaksi-reaksi perilaku nakal atau
penyalahgunaan obat terlarang.
2. Seorang anak bisa
memperlihatkan perilaku sikap menentang, sikap tidak mudah menerima saran-saran
atau nasihat-nasihat orang lain, dan sikap kompensatoris. Kesemuanya itu bisa
bersumber pada keadaan fisiknya (misalnya ada kekurangan atau cacat) yang
berbeda sekali dibandingkan dengan saudara-saudaranya. Dalam hal ini, mudah
timbul perasaan tersisih, kurang diperhatikan, dan tidak bahagia. Suatu keadaan
yang mengusik kebahagiaannya dan mudah muncul berbagai reaksi perilaku negatif.
3. Seorang anak bisa
memperlihatkan perilaku yang merepotkan orang tua dan lingkungannya dengan
berbagai perilaku yang dianggap tidak mampu menyesuaikan diri. Sumber penyebab
hal ini adalah tuntutan-tuntutan yang berlebihan, keinginan-keinginannya yang
harus dituruti, dan tidak lekas puas terhadap apa yang diperoleh atau diberikan
orang tua. Semua hal tersebut memang mendorong munculnya sikap-sikap yang mudah
menimbulkan persoalan pada anak dan tentunya juga sekelilingnya.
Dalam
usaha menghadapi dan mengatasi masalah-masalah seperti tersebut di atas, perlu
dipahami dan dicari sumber permasalahannya (dalam hal ini pada anak) untuk
nenentukan tindakan-tindakan selanjutnya yang tepat. Jika tidak segera diatasi,
hambatan-hambatan dalam perkembangan anak dan reaksi-reaksi perilaku yang
diperlihatkan dapat terus berkembang serta tidak mustahil akan berlanjut
menjadi nakal dan mendorong berbagai perbuatan yang tergolong negatif.
Penanganan masalah perilaku yang dilakukan seawal mungkin, sangat diperlukan.
Untuk ini, perlu kerja sama dari berbagai pihak, termasuk guru atau pihak
sekolah -- yang mengamati anak sekian jam setiap hari --, lingkungan sosial
anak, dan khususnya orang tua anak itu sendiri.
II.
Faktor Keluarga
Keluarga
adalah unit sosial yang paling kecil dalam masyarakat. Meskipun demikian,
peranannya besar sekali terhadap perkembangan sosial, terlebih pada awal-awal
perkembangan yang menjadi landasan bagi perkembangan kepribadian selanjutnya.
Anak
yang baru dilahirkan berada dalam keadaan lemah, tidak berdaya, tidak bisa
melakukan apa-apa, tidak bisa mengurus diri sendiri, dan tidak bisa memenuhi
kebutuhan-kebutuhannya sendiri. Jadi, ia tergantung sepenuhnya dari lingkungan
hidupnya, yakni lingkungan keluarga, dan lebih luas lagi lingkungan sosialnya.
Dalam perkembangannya, anak membutuhkan uluran tangan dari orang lain agar bisa
melangsungkan hidupnya secara layak dan wajar. Anak yang baru dilahirkan bisa
diibaratkan sebagai sehelai kertas putih yang masih polos. Bagaimana jadinya
kertas putih tersebut pada kemudian hari tergantung dari orang yang akan
menulisinya. Jadi, bagaimana kepribadian anak pada kemudian hari tergantung
dari bagaimana ia berkembang dan dikembangkan oleh lingkungan hidupnya,
terutama oleh lingkungan keluarganya. Lingkungan keluarga berperan besar karena
merekalah yang langsung atau tidak langsung terus-menerus berhubungan dengan
anak, memberikan perangsangan (stimulasi) melalui berbagai corak komunikasi
antara orang tua dengan anak.
Tatapan
mata, ucapan-ucapan mesra, sentuhan-sentuhan halus, kesemuanya adalah
sumber-sumber rangsangan untuk membentuk sesuatu pada kepribadiannya. Seiring
dengan tumbuh kembang anak, akan lebih banyak lagi sumber-sumber rangsangan
untuk mengembangkan kepribadian anak. Lingkungan keluarga acap kali disebut
sebagai lingkungan pendidikan informal yang memengaruhi berbagai aspek
perkembangan anak. Adakalanya, hal ini berlangsung melalui ucapan-ucapan atau
perintah-perintah yang diberikan secara langsung untuk menunjukkan apa yang
seharusnya diperlihatkan atau dilakukan oleh anak. Adakalanya pula, orang tua
bersikap atau bertindak sebagai patokan, sebagai contoh atau model agar ditiru.
Kemudian, apa yang ditiru akan meresap dalam diri anak dan menjadi bagian dari
kebiasaan bersikap dan bertingkah laku, atau bagian dari kepribadiannya.
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, orang tua jelas berperan besar dalam
perkembangan kepribadian anak. Orang tua menjadi faktor penting dalam
menanamkan dasar kepribadian yang ikut menentukan corak dan gambaran
kepribadian seseorang setelah dewasa. Jadi, gambaran kepribadian yang terlihat
dan diperlihatkan seorang remaja, banyak ditentukan oleh keadaan serta
proses-proses yang ada dan yang terjadi sebelumnya. Lingkungan rumah, khususnya
orang tua, menjadi teramat penting sebagai tempat persemaian dari benih-benih
yang akan tumbuh dan berkembang lebih lanjut. Pengalaman buruk dalam keluarga
akan buruk pula diperlihatkan terhadap lingkungannya. Perilaku negatif dengan
berbagai coraknya adalah akibat dari suasana dan perlakuan negatif yang dialami
dalam keluarga. Hubungan antarpribadi dalam keluarga, yang meliputi pula
hubungan antarsaudara, menjadi faktor penting yang mendorong munculnya perilaku
yang tergolong nakal.
Agar
terjamin hubungan yang baik dalam keluarga, dibutuhkan peran aktif orang tua
untuk membina hubungan-hubungan yang serasi dan harmonis di antara semua pihak
dalam keluarga. Namun, yang tentunya terlebih dahulu harus diperlihatkan adalah
hubungan yang baik di antara suami dan istri.
III.
Lingkungan Sosial dan Dinamika Perubahannya
Lingkungan
sosial dengan berbagai ciri khusus yang menyertainya memegang peranan besar
terhadap munculnya corak dan gambaran kepribadian pada anak. Apalagi kalau
tidak didukung oleh kemantapan dari kepribadian dasar yang terbentuk dalam
keluarga. Kesenjangan antara norma, ukuran, patokan dalam keluarga dengan
lingkungannya perlu diperkecil agar tidak timbul keadaan timpang atau serba
tidak menentu, suatu kondisi yang memudahkan munculnya perilaku tanpa kendali,
yakni penyimpangan dari berbagai aturan yang ada. Kegoncangan memang mudah
timbul karena kita berhadapan dengan berbagai perubahan yang ada dalam
masyarakat. Dalam kenyataannya, pola kehidupan dalam keluarga dan masyarakat
dewasa ini, jauh berbeda dibandingkan dengan kehidupan beberapa puluh tahun
yang lalu. Terjadi berbagai pergeseran nilai dari waktu ke waktu seiring dengan
perubahan yang terjadi dalam masyarakat. Bertambahnya penduduk yang demikian
pesat, khususnya di kota-kota besar, mengakibatkan ruang hidup dan ruang
lingkup kehidupan menjadi bertambah sempit. Urbanisasi yang terus-menerus
terjadi sulit dikendalikan, apalagi ditahan, menyebabkan laju kepadatan
penduduk di kota
besar sulit dicegah. Dinamika hubungan menjadi lebih besar, sekaligus menjadi
lebih longgar, kurang intensif, dan kurang akrab. Dalam kondisi seperti ini,
sikap yang menjadi ciri dari kehidupan masyarakat yang padat: individualistis,
kompetitif, dan materialistis, amat mudah timbul. Sesuatu yang sebenarnya
wajar, sesuai dengan hakikat kehidupan, hakikat perjuangan hidup untuk
mempertahankan kelangsungan hidupnya dengan memenuhi kebutuhan paling pokok
dari sistem kebutuhan, yakni makanan.
Pengaruh
pribadi terhadap pribadi lain di rumah, di kantor, dan di mana saja yang memungkinkan
hubungan yang cukup sering terjadi, akan memengaruhi kehidupan pribadi,
kehidupan dalam keluarga, dan kehidupan sosialnya. Banyak kota yang sedang berkembang menjadi tempat
pertemuan, percampuran antara berbagai corak kebudayaan, adat istiadat,
termasuk bahasa dan sistem nilai sikap. Tidak mustahil dalam keadaan seperti
itu, muncul ketidakserasian dan ketegangan yang berdampak pada sikap, perlakuan
negatif orang tua terhadap anak, dan lebih lanjut dalam lingkungan pergaulan.
Lingkungan pergaulan anak adalah sesuatu yang harus dimasuki karena di
lingkungan tersebut seorang anak bisa terpengaruh ciri kepribadiannya, tentunya
diharapkan terpengaruh oleh hal-hal yang baik. Di samping itu, lingkungan
pergaulan adalah sesuatu kebutuhan dalam pengembangan diri untuk hidup
bermasyarakat. Karena itu, lingkungan sosial sewajarnya menjadi perhatian kita
semua, agar bisa menjadi lingkungan yang baik, yang bisa meredam
dorongan-dorongan negatif atau patologis pada anak maupun remaja.
Upaya
perbaikan lingkungan sosial membutuhkan kerja sama yang terpadu dari berbagai
pihak, termasuk peran serta dari masyarakat sendiri.
Rangkuman:
Berbagai perilaku pada remaja sudah sangat memprihatinkan dan perlu mendapat
perhatian kita semua. Mengenai ini, beberapa hal dapat dikemukakan.
1. Timbulnya sesuatu masalah pada
anak dan remaja sehingga memperlihatkan perilaku yang menyimpang, tidak selalu
berupa rangkaian sebab akibat yang bersifat pionokausal -- satu sebab
menyebabkan satu akibat -- melainkan lebih luas dan lebih kompleks, bukan saja
multikausal tetapi berantai (dari satu sebab timbul akibat dan selanjutnya
akibat ini menjadi sebab yang baru) atau melingkar (dari satu sebab timbul
akibat dan selanjutnya akibat ini berpengaruh terhadap sebab semula). Karena
itu, pada kasus-kasus tertentu diperlukan penanganan terhadap berbagai segi
yang bermasalah secara serempak atau satu per satu dan acap kali diperlukan
pula kerja sama dengan anggota-anggota keluarga lain dan bahkan bisa pula
bekerja sama dengan tokoh atau ahli lain yang bekerja dalam tim dengan
pendekatan terpadu.
2. Keluarga sebagai sumber
stimulasi ke arah terbentuknya ciri kepribadian yang negatif, yang bisa
berlanjut menyimpang dan nakal, perlu lebih aktif mengatur sumber stimulasi
agar berfungsi positif. Karena itu, keluarga acap kali perlu memperoleh
pengarahan dan bimbingan sesuai dengan fungsinya, namun usaha-usaha tersebut
hendaknya tidak terlalu memerhatikan hal-hal yang bersifat kognitif, sebaliknya
perlu memerhatikan hal-hal yang afektif. Dalam melaksanakan usaha-usaha aktif
ini, beberapa hal perlu diperhatikan, yakni:
a. Pendekatan terpusat pada anak
(child centered approach), yakni dasar adanya kekhususan pada anak, jadi
berbeda antara seorang anak dengan anak lain. Berangkat dari keadaan khusus
yang dimiliki oleh anak itulah (termasuk misalnya potensi yang khas), arah
penanganan dilakukan.
b. Dalam kehidupan sehari-hari,
banyak hal diperlihatkan anak sesuai dengan keinginan, kebutuhan, dan caranya
yang khas yang di pihak lain tentu banyak pula yang tidak sesuai atau tidak
disetujui orang tua. Upaya mengubah perbuatan yang salah hendaknya
mempergunakan dasar dalam proses pendidikan, antara lain sikap tegas,
konsisten, bertahap, dan berulang-ulang.
c. Perlunya memerhatikan masa dan
tahapan perkembangan karena sebenarnya setiap saat seorang anak berada dalam
keadaan berubah dan kemungkinan untuk diubah. Hukum kesiapan (law of readiness)
dalam proses belajar harus diterapkan agar apa yang ingin ditanamkan dapat
diterima dan disimpan dengan baik dan menjadi bagian dari kepribadiannya.
d. Perubahan perilaku adalah
proses yang terjadi secara bertahap, sedikit demi sedikit dan berulang-ulang,
sesuai dengan hukum pengulangan (law of exercise) dalam proses belajar. Usaha
mengubah perilaku anak membutuhkan kesabaran untuk mengulang-ulang (repetition
- reinforcement) dan memperkuat apa yang baru diberikan agar menjadi bagian
dari kepribadian dan kehidupannya (internalisasi).
e. Perlu memerhatikan teknik yang
mendasarkan pada kasih sayang (love oriented technique). Bahwa banyak perubahan
perilaku terjadi justru dengan teknik yang mendasarkan pada kelembutan dan
kasih sayang. Teknik yang menyentuh emosi anak sehingga mau membukakan diri dan
menuruti apa yang dikehendaki orang tua. Teknik ini bukan sikap memanjakan atau
memperbolehkan semua tindakan atau perbuatan anak, tetapi cara pendekatan yang
bisa meningkatkan perasaan diterima, dimengerti, sehingga emosinya lebih
tenang, terkendali, harmonis, dan mudah menerima saran-saran, dorongan-dorongan
untuk bertingkah laku atau sebaliknya menahan untuk tidak melakukan suatu
tindakan.
3. Di samping usaha-usaha aktif,
usaha-usaha menciptakan suasana yang baik dalam keluarga adalah usaha lain
untuk memengaruhi kepribadian anak. Banyak hal yang berhubungan dengan perasaan
senang atau tidak senang, bahagia atau tertekan, sangat dipengaruhi oleh
suasana rumah yang tentunya diarahkan dan ditentukan oleh orang tua. Cara orang
tua menangani masalah, melakukan kebiasaan-kebiasaan, semua menjadi objek,
menjadi model, patokan yang sengaja atau tidak disengaja ditiru oleh anak.
Apalagi pada anak-anak yang sedang berada pada masa peka untuk menerima
rangsangan-rangsangan dari luar. Proses peniruan tidak hanya terjadi terhadap
hal-hal yang menarik untuk ditiru (positif), namun juga, secara tidak disadari,
terhadap hal-hal yang negatif, misalnya terhadap perilaku agresif yang cocok
dengan keadaannya. Suasana emosi yang baik dalam keluarga bisa menjadi
penangkal yang ampuh munculnya perilaku yang tidak baik pada anak. Orang tua
menjadi pribadi-pribadi yang banyak menentukan suasana emosi dalam keluarga.
4. Dalam usaha memperbaiki
lingkungan keluarga dengan pribadi-pribadinya dan lingkungan sosial, perlu
memerhatikan lingkungan hidup secara lebih luas dan menyeluruh dengan semua
faktor yang memengaruhinya. Berbagai perubahan sesuai dengan dinamika kehidupan
hendaknya tidak terlalu banyak menimbulkan kegoncangan, kepincangan, dan
kesenjangan yang mudah sekali memengaruhi kondisi psikis pribadi maupun
kelompok. Lingkungan hidup yang menekan akan menyebabkan ketidakselarasan, baik
dalam diri pribadi (intrapsikis) maupun dengan lingkungannya sehingga menjadi
ladang yang subur untuk tumbuhnya penyimpangan-penyimpangan perilaku.
Pendekatan terpadu antara berbagai pihak yang menangani masalah ini sangat
diperlukan.
Dalam
piramida Maslow, kebutuhan sosial ditempatkan di bawah kebutuhan esteem dan
kebutuhan aktualisasi diri, yang kalau dilihat lagi secara seksama, semuanya
saling terkait. Kebutuhan esteem, misalnya, hanya akan berarti jika
pencapaian tersebut diketahui oleh lingkungan sekitarnya. Percaya pada diri
sendiri dan kebanggaan adalah sesuatu yang relatif terhadap apa yang kita
jumpai dalam kelompok sosial. Begitu pula halnya dengan aktualisasi diri.
Kebutuhan akan tujuan hidup, perkembangan pribadi, dan juga realisasi dari potensi
diri secara utuh, yang merupakan komponen aktualisasi diri, menjadi sesuatu
yang nyata saat di bandingkan dengan konteks lingkungan yang dihadapi.
Wujud
dari bagaimana orang memenuhi kebutuhan sosialnya sudah kita lihat dari tahun
satu pula. Lihat saja perkumpulan sosial ada di mana-mana dari dulu sampai
sekarang, dibentuk atas dasar hal-hal ketertarikan, pekerjaan, atau aktivitas
yang sama. Sebut saja mulai dari perkumpulan keagamaan, arisan, fans untuk
klub-klub olah-raga, sampai bahkan dharma wanita, yang kesemuanya bisa
dikategorikan sebagai konektor sosial yang ada di dunia offline.
Di
era New Wave, kita semakin melihat bahwa teori Maslow ini menjadi semakin
kentara, dalam arti semakin mudah bagi siapa pun untuk tampil, mengaktualisasi
diri, tampil percaya diri, di lingkungan sosial mereka. Tentunya asal mereka
menggunakan konektor sosial yang ada di dunia online dan offline secara
cerdas. Dan konektor sosial tersebut tentunya semakin mudah untuk diakses, bagi
siapapun, asalkan mau.
Tren
hubungan sosial di era New Wave tentunya semakin berkembang.. Tentunya dibantu
dengan kehadiran teknologi maju, seperti produk-produk web 2.0 berikut dengan
media sosialnya. Popularitas layanan seperti Facebook dan Twitter bahkan telah
melewati popularitas pornografi, yang sebelumnya selalu menjadi hal yang paling
favorit dikonsumsi di Internet. Hal tersebut sekiranya dapat memberikan
indikasi bahwa menjaga hubungan sosial kian menjadi lebih penting ketimbang
memuaskan birahi.
Selain
menghubungkan lingkaran komunitas teman, media sosial juga mulai tampak
menggantikan peranan media massa
konvensional dalam menyebarkan berita-berita dari luar komunitas tersebut.
Informasi yang disebarkan melalui komunitas sosial yang memiliki minat dan cara
berpikir serupa akan berfungsi selaku penyaring antara berita yang relevan
dengan yang tidak relevan. Ini saat membantu di era dimana kemudahan
mendapatkan informasi menjadikan pengguna Internet justru mengalami fenomena information
overload.
Konektor
sosial memang bukan sesuatu yang baru. Komunitas offline yang berfungsi
seperti kami jelaskan di atas sudah ada jauh sebelum komputer pertama kali
ditemukan. Kekuatan konektor ini seakan dilipatgandakan saat media sosial yang
ada di online menjadikan interaksi sosial dapat terjadi secara efisien
waktu dan tidak terbatas lokasi. Sehingga kami percaya bahwa konektor sosial
ini adalah salah satu kekuatan penghubung utama di dunia New Wave yang semakin
horisontal ini. Kehidupan dan hubungan sosial bagi seluruh masyarakat new wave
adalah semacam way of life yang sudah sepatutnya diperhatikan oleh marketer di
jaman New Wave.
B.
Lingkungan keluarga
1.
Pengertian Lingkungan
Manusia
tumbuh dan berkembang didalam lingkungan. Lingkungan tidak dapat dipisahkan
dari manusia. Lingkungan selalu mengitari manusia dari waktu ke waktu, dari
dilahirkan sampai meninggalnya, sehingga antara manusia dan lingkungan terdapat
hubungan timbal balik dimana lingkungan mempengaruhi manusia dan sebaliknya
manusia juga mempengaruhi lingkungan. Lingkungan
pada dasarnya dapat diartikan sebagai segala hal yangmempengaruhi hidup manusia. Menurut Sartain yang dikutip oleh
NgalimPurwanto (2003:28), “ Lingkungan merupakan semua kondisi dalam dunia ini, dengan cara-cara tertentu mempengaruhi tingkah laku kita,
pertumbuhan
atau life proses kecuali gen- gen”. Menurut Sutrisno Hadi
(2003: 84), “Lingkungan (milleu) adalah sesuatu diluar orang-orang
pergaulan dan yang mempengaruhi perkembangan anak seperti iklim, alam sekitar,
situasi ekonomi, perumahan, makanan, pakaian, orang-orang tetangga dan lain-
lain”.
Dari beberapa pendapat diatas tersebut penulis dapat menyimpulkan bahwa
lingkungan adalah segala sesuatu yang disekelilingi manusia yang dapat
mempengaruhi tingkah laku secara langsung maupun tidak langsung.
Kehidupan manusia selalu berhubungan dengan lingkungan yang didalamnya
diperlukan suatu interaksi dengan sesama manusia, baik secara individual maupun
kelompok, sebab bagaimanapun manusia tumbuh dan berkembang terutama
dilingkungannya.
2. Pengertian Keluarga
Dalam kehidupan masyarakat pasti dijumpai yang namanya keluarga. Keluarga
merupakan kelompok terkecil yang terdiri dari sua mi, istri, beserta anak-anaknya
yang belum menikah. Keluarga tersebut lazimnya disebut rumah tangga yang
merupakan unit terkecil masyarakat sebagi wadah dan proses perkembangan anak
dalam mengarungi kehidupan.
Pengertian keluarga menurut Singgih D. Gunarso (2000: 9) adalah “Keluarga
adalah sekelompok orang yang terikat oleh perkawinan atau darah, biasanya
meliputi ayah, ibu dan anak”. Lingkungan yang mempunyai peranan penting dalam
mendidik anak adalah peranan dari lingkungan keluarga. Keluarga yang bersifat
demokrasi anak dapat berbuat, berekspresi, beremosi sesuai dengan tingkat perkembangannya,
orang tua juga menentukan pengarahan dengan penuh kesadaran bukan paksaan.
Keluarga merupakan lingkungan pertama bagi anak, dilingkungan keluargalah
pertama kali anak mendapat pengaruh sadar. Karena itu keluarga merupakan
lembaga pendidikan tertua, yang bersifat informal dan kodrati. Keluarga sebagai
lembaga tidak mempuyai program yang resmi seperti yang dimiliki oleh lembaga
pendidikan formal. Keluarga sebagai lingkungan pendidikan yang pertama sangat
penting dalam membentuk pola kepribadian anak. Masa remaja sejatinya adalah
masa yang krusial bagi perkembangan dan pendidikan dalam kehidupan seseorang
untuk menjadi pribadi-pribadi yang tangguh. Pendidikan yang mereka dapat sangat
berpengaruh terhadap perkembangannya terutama dalam keluarga khususnya orang
tua sangat berpengaruh terhadap kebehasilan mereka. Keluarga dengan suasana
yang menyenangkan mendorong anak untuk belajar. Hal ini akan memungkinkan tercapainya
hasil belajar sesuai dengan apa yang diinginkan. Keberhasilan belajar tidak
hanya ditentukan oleh faktor sekolah, namun juga faktor keluarga. Orang tua
dituntut untuk dapat mengarahkan
dalam belajar, sehingga dapat tercapai apa yang menjadi tujuan di
siswa maupun orang tua itu sendiri. Menurut Ngalim Purwanto (1994:67), “keluarga
adalah merupakan pusat atau tempat pendidikan yang pertama dan utama”. Pendidikan
keluarga adalah fundamental atau dasar dari pendidikan anak selanjutnya. Hasil-
hasil pendidikan ya ng diperoleh anak dalam keluarga menentukan pendidikan anak
itu selanjutnya, baik sekolah maupun dalam masyarakat. Keluarga merupakan
tempat-tempat lain, pendidikan keluarga mendasar pendidikan selanjutnya, karena
orang tua adalah pendidik kodrati yang mendidik siswa dengan penuh kasih
sayang. Adapun karakteristik keluarga yang juga terdapat pada semua keluarga
dan juga untuk membedakan keluarga dari kelompok-kelompok sosial. Ada empat yaitu:
a. Keluarga adalah susunan orang-orang yang disatukan oleh ikatan-
ikatan perkawinan darah atau adopsi.
b. Anggota-anggota keluarga ditandai dengan hidup bersama dibawah
satu atap merupakan susunan satu rumah tangga, atau jika mereka bertempat tinggal,
rumah tangga tersebut menjadi rumah mereka.
c. Keluarga merupakan kesatuan dari orang-orang yang berinteraksi
dan berkomunikasi yang menciptakan perana-peranan sosial bagi suami dan istri,
ayah, ibu, putra dan putri, saudara laki-laki dan saudara perempuan.
d. Keluarga adalah pemelihara suatu kebudayaan bersama, yang
diperoleh pada hakikatnya dari kebudayaan umum, tetapi dalam suatu masyarakat yang
komplek masing-masing keluarga mempunyai ciri-ciri yang berlainan dengan
keluarga lainnya. Berbedanya kebudayaan dari setiap
keluarga timbul melalui kominikasi anggota-anggota keluarga yang merupakan
gabungan dari pola-pola tingkah laku individu. Dengan demikian lingkungan
keluarga adalah segala sesuatu yang berada di sekitar individu yang merupakan
hubungan dan peranan yang sangat penting dalam perkembangan individu yang
mempunyai ikatan- ikatan, baik ikatan perkawinan, darah ataupun adopsi.
C. Lingkungan Sosial
Sebagai mahkluk sosial, manusia tidak pernah bisa hidup seorang
diri. Dimanapun berada manusia senantiasa memerlukan kerjasama dengan orang
lain. Manusia membentuk pengelompokan sosial diantara sesama dalam upayanya mempertahankan
hidup dan mengembangkan kehidupan. Dalam suatu kehidupan sosial, manusia juga
memerlukan organisasi, yaitu seperti keluarga, kelompok masyarakat dan
lain-lain. Lingkungan sosial merupakan tempat berlangsungnya bermacam-macam
interkasi sosial antara anggota atau kelompok masyarakat beserta pranatanya
dengan simbol dan nilai serta norma yang sudah mapan, serta terkait dengan
lingkungan alam dan lingkungan buatan. Lingkungan sosial juga banyak
mempengaruhi proses belajar siswa. Hal ini sangat memungkinkan, karena
aktifitas keseharian siswa lebih banyak lebih banyak berada di lingkungan
keluarga dan lingkungan sosial. Lingkungan sosisal yang berpengaruh antara lain
teman bergaul atau sepermainan dan kondisi kehidupan masyarakat. Pengaruh dari
teman bergaul atau teman sepermainan, seperti kenakalan remaja, pelanggaran
terhadap norma yang ada dalam masyarakat berupa norma agama, hukum, dan susila;
akan lebih cepat masuk dalam jiwa anak. Sebagai akibatnya pengaruh buruk pun
juga akan cepat mempengaruhi. Slameto (1999: 71) mengemukakan, kehidupan
masyarakat di sekitar
siswa juga berpengaruh terhadap belajar siswa. Seperti kondisi
masyarakat yang kurang atau tidak terpelajar, penjudi, suka mencuri dan
mempunyai kebiasaan yang tidak baik, akan mempengaruhi kepada anak (siswa) yang
berada di lingkungan tersebut. Anak tertarik ikut berbuat seperti yang dilakukan
orangorang di sekitarnya.
a. Lingkungan Sekolah
Lingkungan sekolah merupakan lingkungan yang terdiri dari
lingkungan fisik dan non fisik. Lingkungan fisik meliputi, bangunan sekolah,
sarana dan prasarana, gedung sekolah, alat laboratorium dan lain- lain.
Sedangkan lingkungan non fisik meliputi, kepala sekolah, guru, siswa, karyawan
sekolah, dan lain- lain. Oleh sebab itu, tidak semua tugas pendidik dapat
dilaksanakan oleh orang tua dalam keluarga, terutama dalam hal ilmu pengetahuan
dan berbagai
macam ketrampilan, oleh karena itu dikirimkan anak ke sekolah.
Sekolah bertanggung jawab atas pendidikan anak-anak selama mereka diserahkan kepadanya.
Hasbullah (2001: 46) Pada dasarnya pendidikan disekolah merupakan bagian dari
pendidikan dalam keluarga, yang sekaligus juga meupakan lanjutan dari
pendidikan dalam keluarga disamping itu, kehidupan disekolah adalah jembatan
bagi anak yang menghubungkan kehidupan dalam keluarga dengan kehidupan dalam
masyarakat kelak. Dengan demikian pendidikan disekolah ini adalah pendidikan
yang diperoleh seseorang dis ekolah secara teratur, sistematis, bertingkat, dan
dengan mengikuti syarat-syarat yang jelas dan ketat. Sebagai lembaga pendidikan
yang formal sekolah yang lahir dan berkembang secara efektif dan efesian dari
dan oleh serta untuk masyarakat, merupakan perangkat yang berkewajiban
memberikan pelayanan kepada masyarkat dalam mendidik warganegara. Sekolah
dikelola secara formal, hierarkis, dan kronologis yang berhaluan pada falsafah
dan tujuan pendidikan nasional. Sebagai lembaga formal, sekolah terdiri dari
pendidik dan anak didik. Antara mereka sudah barang tentu terjadi adanya saling
hubungan, baik
antara guru dengan murid-muridnya maupun antara murid dengan
murid. Guru-guru sebagai pendidik, dan dengan wibawanya dalam pergaulan membawa
murid sebagai anak didik kearah kedewasaan. Memanfaatkan pergaulan sehari-hari
dalam pendidikan adalah cara yang paling baik dalam pembentukan pribadi. Hubungan
murid dengan murid juga menunjukkan suasana yang edukatif. Sesama murid saling
berkawan, berolah raga bersama dengan ketentuan yang berlaku, saling mengajak
dan diajak saling bercerita, saling mendisiplinkan diri dengan sepergaulannya.
Hubungan murid dengan murid ini ada kalanya sederajat dan ada kalanya lebih
rendah atau lebih tinggi tingkat kedewasaanya. Dalam hal ini bisa terjadi
adanya pergaulan sehari-hari yang berpengaruh negatif maupun pengaruh posistif.
Pergaulan yang berpengaruh posiitf ini lah yang mengandung adanya gejala-gejala
pendidikan dan tentu saja dikontrol dan diarahkan. Aktivitas-aktivitas
disekolah yang mengandung gejala-gejala pendidikan antara lain ialah,
organisasi intra pelajar, pelajaran olah raga, kerja bakti, baris berbaris,
kepramukaan, dan ketrampilan dan sebagainya, dimana semuanya mengharuskan murid
berdisiplin.
b. Lingkungan Masyarakat
Hasbullah (2001: 94-96) Masyarakat diartikan sebagai, ’’A
community is a group or a collection of groups that in habbits a locality”.
Menurut pengertian ini masyarakat adalah satu kelompok atau sekumpulan sekelompok-kelompok
yang mendiami suatu daerah. Sementara, prof. Robert W Richey memberi batasan
tentang masyarakat sebagai berikut, “The term community refers to a group of
people living together in a region where common ways is thinking and acting
make
the in habitans some what aware of them selves as a group”. Istilah masyarakat dapat diartikan sebagai suatu kelompok manusia yang
hidup bersama di suatu wilayah dengan tata cara berfikir dan bertindak yang
(relatif) sama yang membuat warga masyarakat itu menyadari diri mereka sebagai
suatu kesatuan atau kelompok. Setiap individu hidup di dalam masyarakat. Di
dalam mayarakat tersebut terdapat proses saling mempengaruhi satu sama lain
silih berganti. Dari proses tersebut timbul suatu pola kebudayaan dan tingkah
laku sesuai dengan sejumlah aturan, hukum, adat nilai-nilai yang mereka patuhi,
demi untuk mencapai penyelesaian bagi persoalan-persoalan hidup sehari-hari. Dalam
bidang ilmu psikologi sosial, proses ini dikenal dengan proses penyesuaian
sosial. Penyesuaian sosial terjadi dalam lingkup hubungan sosial tempat
individu dan interakasi dengan orang lain. Hubungan-hubungan tersebut mencakup
hubungan dengan masyarakat di sekitar tempat tinggalnya, keluarga, sekolah,
teman, atau masyarakat luas secara umum. Dalam hal ini individu dan masyarakat
sebenarnya sama-sama memberikan dampak bagi komunitas. Individu menyerap
bebagai informasi, budaya dan adat istiadat yang ada, sementara masyarakat
diperkaya oleh eksistensi atau karya yang diberikan oleh sang individu.
Demikian pengertian tentang masyarakat yang diberikan para ahli, meskipun masih
banyak pengertian lain, tetapi pada dasarnya tidak terlalu banyak berbeda.
Dapat diartikan masyarakat adalah suatu perwujudan kehidupan bersama manusia,
dimana di dalam masyarakat berlangsung proses kehidupan sosial, proses antar
hubungan dan intaraksi. Secara kualitatif dan kuantitatif anggota masyarakat,
terdiri dari berbagai ragam pendidikan, profesi, keahlian, suku bangsa,
kebudayaan, agama, lapisan sosial sehingga menjadi masyarakat yang majemuk. Dilihat
dari konsep pendidikan, masyarakat adalah sekumpulan banyak orang dengan
berbagai ragam kualitas dari mulai dari yang tidak berpendidikan sampai kepada
yang berpendidikan tinggi. Sementara itu, dilihat dari lingkungan pendidikan
non formal yang memberikan pendidikan secara sengaja dan berencana kepada
seluruh anggotanya, tetapi tidak sistematis.
Antara masyarakat dengan pendidikan punya keterkaitan dan saling berperan.
Karenanya setiap warga masyarakat bercita-cita dan aktif berpartisipasi untuk
membina pendidikan Mohamad Noor Syam, dalam bukunya Filsafat Keterkaitan dan
Dasar Filsafat Pendidikan Pancasila, mengemukaan bahwa hubungan masyarakat
dengan pendidikan sangat bersifat korelatif, bahkan seperti telur dengan ayam.
Masyarakat maju karena pendidikan, dan pendidikan yang maju hanya akan
ditemukan dalam masyarakat yang mau pula. Menurut Sardjoe (1993: 89) lingkungan
dapat dibedakan menjadi:
a. Lingkungan fisik yaitu lingkungan yang berupa alam, misalnya
keadaan tanah, musim dan sebagainya. Lingkungan fisik dibedakan menjadi:
1. Lingkungan yang berupa alam kodrati, yaitu segala sesuatu yang berada
diluar manusia dan bukan buatan manusia, misalnya gunung, laut dan sebagainya.
2. Lingkungan buatan manusia sendiri yaitu benda-benda yang sering
digunakan sebagai alat pendidikan untuk mempengaruhi jiwa manusia. Misal: ruang
belajar dihias dengan gambar-gambar yang bagus sehingga membuat betah belajar
siswa.
b. Lingkungan non fisik atau disebut dengan lingkungan sosial
yaitu lingkungan masyarakat yang ada didalam terjadi interaksi satu dengan individu
yang lain. Keadaan masyarakat juga akan memberikan pengaruh tertentu terhadap
perkembangan individu. Adapun lingkungan sosial dibedakan menjadi,
1. Lingkungan sosial primer yaitu lingkungan sosial dimana
terdapat hubungan yang erat antar anggota-anggotanya, anggota yang satu sangat
mengenal baik anggota yang lain.
2. Lingkungan sekunder yaitu lingkungan sosial yang berhubungan antara
anggota satu dengan anggota yang lain agak longgar. Pada umumnya anggota yang
kurang mengenal anggota yang lainnya, sehingga pengaruh lingkunga sosial
sekunder kurang mendalam bila dibandingkan dengan lingkungan sosial primer Hal-hal
yang diterangkan diatas, yang kaitannya dengan siswa atau anak didik yang
setelah pulang dari sekolah dan berinteraksi dilingkungan masyarakat, anak
didik tersebut harus bisa melakuakan penyesuaianpenyesuaian. Karena lingkungan
dimana seseorang tinggal juga berbedabeda. Tentu saja dilingkungan tersebut
tidak semuanya terjadi secara kebetulan, campur tangan orang satu dengan orang
lain, atau anak didik dengan orang disekitarnya sangat menentukan lingkungan
tersebut. Oleh sebab itu, khususnya pada siswa harus bisa dan selalu menjaga
keseimbangan hubungan timbal balik dari kehidupan yang ada disekitarnya. Bisa
disimpulkan juga, hubungan antara individu dengan lingkungannya, terutama
lingkungan sosial tidak hanya searah, dalam arti bahwa tidak hanya lingkungan
saja yang mempunyai pengaruh terhadap individu. Individu dengan lingkungan
terdapat hubungan yang saling timbal balik, yaitu lingkungan berpengaruh pada
individu, tetapi sebaliknya individu juga mempengaruhi pada lingkungan. Dalam
penyesuaian diri terhadap lingkungannya anak mulai memperhatikan dan mengenal
norma pergaulan yang berbeda dengan norma yang berlaku di dalam keluarganya.
Erick Erickson (dalam Clara, 1995: 90) bahwa ”Anak mengalami krisis identitas,
sehingga anak ingin menentukan jati dirinya dengan memilih teman akrabnya
berdasar pada situasi kehidupan yang mereka alami pada saat ini ”
Sumber:
- Iskandar, Dadang 2006 “Pengetahuan
Lingkungan Sosial – Budaya dan Teknologi”, Bandung FKIP press
- one.indoskripsi.com
- www.epsikologi.com